PERSATUAN
Alkisah, di sebuah kerajaan yang subur makmur, raja dicintai rakyatnya
karena memerintah dengan bijaksana, sehingga rakyat hidup aman dan
sejahtera. Raja banyak mempunyai putra dan putri, namun sayang,
sejak kecil mereka tidak pernah akur. Dari bertengkar mulut hingga
beradu fisik sering terjadi di antara mereka. Raja sangat gelisah dan
tidak tenang memikirkan ketidakakuran anak-anaknya. Bila terceraiberai
karena tidak akur bagaimana jika harus bertempur melawan
musuh, begitu pikir sang raja. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
memberi pengertian kepada anak-anaknya agar jangan hanya
memikirkan diri sendiri. Raja sangat menginginkan mereka akur
sehingga bisa bahu-membahu jika menghadapi serangan dari luar, serta
agar bisa memberi contoh rakyatnya hidup rukun di negeri sendiri. Suatu
hari, saat berkumpul di meja makan, sebelum acara makan dimulai, raja
memerintahkan kepada mereka: ”Anakku, ambillah sebatang sumpit di
depan kalian dan coba patahkan.” Walaupun heran dengan perintah
sang ayah, mereka segera mematuhinya dan mematahkan sumpit itu
Dengan mudah. Kemudian, raja meminta sumpit tambahan kepada
pelayan. ”Sekarang, patahkan sepasang sumpit di depan kalian itu.”
Kembali mereka dengan senang hati memamerkan kekuatan fisik
masing-masing dan segera patahlah sepasang sumpit tersebut. Raja
kemudian kembali meminta sumpit tambahan dan memerintahkan anakanaknya
mematahkan sumpit yang kali ini ada tiga batang. Dengan
susah payah, ada yang berhasil mematahkan, namun ada juga yang
akhirnya menyerah. Salah seorang dari mereka lantas bertanya: ”Ayah,
mengapa kami harus mematahkan sumpit-sumpit ini dari satu batang
hingga tiga batang. Untuk apa semua ini?” ”Pertanyaan bagus anakku.
Sumpit-sumpit adalah sebuah perlambang kekuatan. Jika satu batang
mudah dipatahkan, maka jika beberapa batang sumpit disatukan, tidak
akan mudah untuk dipatahkan. Sama seperti kalian. Bila mau bersatu,
maka tidak akan ada pihak luar atau musuh yang akan mengalahkan
kita. Tapi bila kekuatan kita tercerai berai, maka musuh akan mudah
mengalahkan kita. Ayah ingin kalian bersatu, bersama-sama
membangun negara dan rakyat negeri ini. Jika kita mampu menjaga
kekompakan dan memberi contoh kepada seluruh rakyat negri ini, maka
kerajaan kita pasti akan tetap sejahtera dan semakin makmur,”jelas sang
raja. ”Anak-anakku, usia ayah sudah lanjut. Kini saatnya ayah titipkan
kerajaan ini ke tangan kalian semua. Ayah percaya kalian akan mampu
menyelesaikan masalah di negeri ini bila kalian bersatu.” Untuk
membangun komunitas baik keluarga, perusahaan, pemerintah, ataupun
komunitas-komunitas lainnya, mutlak diperlukan semangat
kekompakan, kebersamaan, dan persatuan. Seperti sebuah pepatah
tiongkok kuno yang mengatakan,”Bersatu adalah kekuatan". Tanpa
kekompakan akan mudah retak rapuh dan tercerai berai.” Adanya
persatuan yang dibangun berlandaskan pengertian dan kepercayaan
antarpribadi, akan memunculkan kekuatan sinergi yang solid dan
mantap. Dengan modal tersebut, sebuah komunitas akan bisa
berkembang menuju keberhasilan yang mengagumkan
Disadur dari www.andriewongso.com
SUNGAI
Suatu hari di dalam kelas sebuah sekolah, di tengah-tengah pelajaran,
pak guru memberi sebuah pertanyaan kepada murid-muridnya : Anakanak,
jika suatu hari kita berjalan-jalan di suatu tempat, di depan kita
terbentang sebuah sungai kecil, walaupun tidak telalu lebar tetapi airnya
sangat keruh sehingga tidak diketahui berapa dalam sungai tersebut.
Sedangkan satu-satunya jembatan yang ada untuk menyeberangi sungai,
tampak di kejauhan berjarak kira-kira setengah kilometer dari tempat
kita berdiri. Pertanyaan saya adalah, apa yang akan kalian perbuat
untuk menyeberangi sungai tersebut dengan cepat dan selamat? Pikirkan
baik-baik, jangan sembarangan menjawab. Jawablah dengan memberi
alasan kenapa kalian memilih jalan itu. Tuliskan jawaban kalian di
selembar kertas. Kita akan diskusikan setelah ini. Seisi kelas segera
ramai, masing-masing anak memberi jawaban yang beragam. Setelah
beberapa saat menunggu murid-murid menjawab di kertas, pak guru
segera mengumpulkan kertas dan mulailah acara diskusi. Ada
sekelompok anak pemberani yang menjawab: kumpulkan tenaga dan
keberanian, ambil ancang-ancang dan lompat ke seberang sungai. Ada
yang menjawab, kami akan langsung terjun ke sungai dan berenang
sampai ke seberang. Kelompok yang lain menjawab : Kami akan mencari
sebatang tongkat panjang untuk membantu menyeberang dengan tenaga
lontaran dari tongkat tersebut. Dan ada pula yang menjawab : Saya
akan berlari secepatnya ke jembatan dan menyeberangi sungai,
walaupun agak lama karena jarak yang cukup jauh, tetapi lari dan
menyeberang melalui jembatan adalah yang paling aman. Setelah
mendengar semua jawaban anak-anak, pak guru berkata, ”Bagus sekali
jawaban kalian. Yang menjawab melompat ke seberang, berarti kalian
mempunyai semangat berani mencoba. Yang menjawab turun ke air
berarti kalian mengutamakan praktek. Yang memakai tongkat berarti
kalian pintar memakai unsur dari luar untuk sampai ke tujuan.
Sedangkan yang berlari ke jembatan untuk menyeberang berarti kalian
lebih mengutamakan keamanan. Bapak senang kalian memiliki alasan
atas jawaban itu. Semua jalan yang kalian tempuh adalah positif dan
baik selama kalian tahu tujuan yang hendak dicapai. Asalkan kalian mau
berusaha dengan keras, tahu target yang hendak dicapai, tidak akan lari
gunung di kejar, pasti tujuan kalian akan tercapai. Pesan bapak, mulai
dari sekarang dan sampai kapanpun, Kalian harus lebih rajin belajar dan
berusaha menghadapi setiap masalah yang muncul agar berhasil sampai
ke tempat tujuan”. Dalam kenyataan hidup, kita semua sebagai manusia
selalu mempunyai masalah atau problem yang harus di hadapi, selama
kita tidak melarikan diri dari masalah, dan sadar bahwa semua masalah
dan rintangan itu harus diatasi, melalui pola pikir dan cara2 yang positif
serta keberanian kita menghadapi semua itu, tentu hasilnya akan
maksimal. Hanya dengan action dan belajar, belajar dan action lagi.
Manusia baru bisa mencapai pertumbuhan mental yang sehat dan meraih
kesuksesan seperti yang di idam idamkan!
Disadur dari www.andriewongso.com
PENEBANG POHON
Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja
untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan
kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon
penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin. Saat
mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan
area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah
ditentukan kepada si penebang pohon. Hari pertama bekerja, dia berhasil
merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, mendengar hasil kerja si
penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus,
“Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan
kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang
sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu”. Sangat termotivasi
oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras
lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga,
dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan
bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit
pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan
kemampuan dan kekuatanku, bagaimana aku dapat
mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir
penebang pohon merasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk
dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang
kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir
kamu mengasah kapak?” “Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu
untuk itu, saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi
hingga sore dengan sekuat tenaga”. Kata si penebang. “Nah, disinilah
masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan
terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Harihari
berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang
sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun.
Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah
kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil
yang maksimal. Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera
kembali bekerja!” perintah sang majikan. Sambil mengangguk-anggukan
kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan
majikannya untuk mulai mengasah kapak. Istirahat bukan berarti
berhenti , Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi Sama
seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam
hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk,
sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu
istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah
pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme
kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis,
berwawasan dan selalu baru
Disadur dari www.andriewongso.com
0 comments:
Post a Comment