BATU RUBY
Alkisah, di sebuah kerajaan, raja memiliki sebuah batu ruby yang sangat
indah. Raja sangat menyayangi, mengaguminya dan berpuas hati karena
merasa memiliki sesuatu yang indah dan berharga. Saat permaisuri akan
melangsungkan ulang tahunnya, raja ingin memberikan hadiah batu
ruby itu kepada istri tercintanya. Tetapi saat batu itu dikeluarkan dari
tempat penyimpanan, terjadi kecelakaan sehingga batu itu terjatuh dan
tergores retak cukup dalam. Raja sangat kecewa dan bersedih.
Dipanggillah para ahli batu-batu berharga untuk memperbaiki
kerusakan tersebut. Beberapa ahli permata telah datang ke kerajaan,
tetapi mereka menyatakan tidak sanggup memperbaiki batu berharga
tersebut. “Mohon ampun Baginda. Goresan retak di batu ini tidak
mungkin bisa diperbaiki. Kami tidak sanggup mengembalikannya seperti
keadaan semula.” Kemudian sang baginda memutuskan mengadakan
sayembara, mengundang seluruh ahli permata di negeri itu yang
mungkin waktu itu terlewatkan. Tidak lama kemudian datanglah ke
istana seorang setengah tua berbadan bongkok dan berbaju lusuh,
mengaku sebagai ahli permata. Melihat penampilannya yang tidak
meyakinkan, para prajurit menertawakan dia dan berusaha
mengusirnya. Mendengar keributan, sang raja memerintahkan untuk
menghadap. “Ampun Baginda. Mendengar kesedihan Baginda karena
kerusakan batu ruby kesayangan Baginda, perkenankanlah hamba untuk
melihat dan mencoba memperbaikinya.” “Baiklah, niat baikmu aku
kabulkan,” kata baginda sambil memberikan batu tersebut. Setelah
melihat dengan seksama, sambil menghela napas, si tamu berkata, “Saya
tidak bisa mengembalikan batu ini seperti keadaan semula, tetapi bila
diperkenankan, saya akan membuat batu ruby retak ini menjadi lebih
indah.” Walaupun sang raja meragukan, tetapi karena putus asa tidak
ada yang bisa dilakukan lagi dengan batu ruby itu, raja akhirnya setuju.
Maka, ahli permata itupun mulai memotong dan menggosok. Beberapa
hari kemudian, dia menghadap raja. Dan ternyata batu permata ruby
yang retak telah dia pahat menjadi bunga mawar yang sangat indah.
Baginda sangat gembira, “Terima kasih rakyatku. Bunga mawar adalah
bunga kesukaan permaisuri, sungguh cocok sebagai hadiah.” Si ahli
permata pun pulang dengan gembira. Bukan karena besarnya hadiah
yang dia terima, tetapi lebih dari itu. Karena dia telah membuat raja
yang dicintainya berbahagia. Di tangan seorang yang ahli, benda cacat
bisa diubah menjadi lebih indah dengan cara menambah nilai lebih yang
diciptakannya. Apalagi mengerjakannya dengan penuh ketulusan dan
perasaan cinta untuk membahagiakan orang lain. Saya kira demikian
pula bagi manusia, tidak ada yang sempurna, selalu ada kelemahan besar
ataupun kecil. Tetapi jika kita memiliki kesadaran dan tekad untuk
mengubahnya, maka kita bisa mengurangi kelemahan-kelemahan yang
ada sekaligus mengembangkan kelebihan-kelebihan yang kita miliki
sehingga keahlian dan karakter positif akan terbangun. Dengan
terciptanya perubahan-perubahan positif tentu itu merupakan kekuatan
pendorong yang akan membawa kita pada kehidupan yang lebih sukses
dan bernilai!
Disadur dari www.andriewongso.com
NELAYAN
Suatu hari, seorang pedagang kaya datang berlibur ke sebuah pulau yang
masih asri. Saat merasa bosan, dia berjalan-jalan keluar dari villa tempat
dia menginap dan menyusuri tepian pantai. Terlihat Di sebuah dinding
karang seseorang sedang memancing, dia menghampiri sambil menyapa,
"Sedang memancing ya pak?", sambil menoleh si nelayan menjawab,
"Benar tuan. Mancing satu-dua ikan untuk makan malam keluarga
kami". "Kenapa cuma satu-dua ikan pak? Kan banyak ikan di laut ini,
kalau bapak mau sedikit lebih lama duduk disini, tiga-empat ekor ikan
pasti dapat kan?" Kata si pedagang yang menilai si nelayan sebagai
orang malas. "Apa gunanya buat saya ?" tanya si nelayan keheranan.
"Satu-dua ekor disantap keluarga bapak, sisanya kan bisa dijual. Hasil
penjualan ikan bisa ditabung untuk membeli alat pancing lagi sehingga
hasil pancingan bapak bisa lebih banyak lagi" katanya menggurui. "Apa
gunanya bagi saya?" tanya si nelayan semakin keheranan. "Begini.
Dengan uang tabungan yang lebih banyak, bapak bisa membeli jala. Bila
hasil tangkapan ikan semakin banyak, uang yang dihasilkan juga lebih
banyak, bapak bisa saja membeli sebuah perahu. Dari satu perahu bisa
bertambah menjadi armada penangkapan ikan. Bapak bisa memiliki
perusahaan sendiri. Suatu hari bapak akan menjadi seorang nelayan
yang kaya raya". Nelayan yang sederhana itu memandang si turis
dengan penuh tanda tanya dan kebingungan. Dia berpikir, laut dan
tanah telah menyediakan banyak makanan bagi dia dan keluarganya,
mengapa harus dihabiskan untuk mendapatkan uang? Mengapa dia ingin
merampas kekayaan alam sebanyak-banyaknya untuk dijual kembali.
Sungguh tidak masuk diakal ide yang ditawarkan kepadanya.
Sebaliknya, merasa hebat dengan ide bisnisnya si pedagang kembali
meyakinkan, "Kalau bapak mengikuti saran saya, bapak akan menjadi
kaya dan bisa memiliki apa pun yang bapak mau". "Apa yang bisa saya
lakukan bila saya memiliki banyak uang?" tanya si nelayan. "Bapak bisa
melakukan hal yg sama seperti saya lakukan, setiap tahun bisa berlibur,
mengunjungi pulau seperti ini, duduk di dinding pantai sambil
memancing". "Lho, bukankan hal itu yang setiap hari saya lakukan tuan,
kenapa harus menunggu berlibur baru memancing?", kata si nelayan
menggeleng-gelengkan kepalanya semakin heran. Mendengar jawaban si
nelayan, si pedagang seperti tersentak kesadarannya bahwa untuk
menikmati memancing ternyata tidak harus menunggu kaya raya.
Pepatah mengatakan, jangan mengukur baju dengan badan orang lain.
Si pedagang mungkin benar melalui analisa bisnisnya, dia merasa apa
yang dilakukan oleh si nelayan terlalu sederhana, monoton dan tidak
bermanfaat. Mengeruk kekayaan alam demi mendapatkan uang dan
kekayaan sebanyak-banyaknya adalah wajar baginya. Sedangkan bagi si
nelayan, dengan pikiran yang sederhana, mampu menerima apapun yang
diberikan oleh alam dengan puas dan ikhlas. Sehingga hidup dijalani
setiap hari dengan rasa syukur dan berbahagia. Memang ukuran
"bahagia", masing-masing orang pastilah tidak sama. Semua kembali
kepada keikhlasan dan cara kita mensyukuri, apapun yang kita miliki
saat ini.
Disadur dari www.andriewongso.com
KEDATANGAN KEMATIAN
Pada suatu pagi buta, seorang pemuda mendatangi rumah gurunya yang
dikenal bijak di desa itu. Dia mengetuk pintu rumah dengan keras,
sambil suaranya terdengar memanggil-manggil gurunya. Si guru sambil
mengusap matanya dan menahan kuap membuka pintu sambil berkata,
"Ada apa anakku? Pagi-pagi begini mengganggu nyenyak tidurku. Ada
sesuatu yang penting?" Pemuda menjawab, "Ampun guru, maafkan saya
terpaksa mengganggu tidur guru. Ada sesuatu yang ingin saya
tanyakan." Si guru kemudian mempersilahkannya masuk ke dalam
rumah dan pemuda itu pun segera menceritakan kegundahannya, yakni
semalam dia bermimpi dijemput malaikat dan diajak pergi meninggalkan
dunia ini. Dia ingin menolak tetapi sesuatu seperti memaksanya harus
pergi. Saat tarik menarik itulah dia terbangun sambil berkeringat dan
tidak dapat tidur lagi. Timbul perasaan takut dan tidak berdaya
membayangkan bila malaikat benar-benar datang kepadanya. Si pemuda
kemudian bertanya kepada gurunya, "Guru, kapan kematian akan
datang kepada manusia?" Gurunya menjawab, "Saya tidak tahu anakku.
Kematian adalah rahasia Tuhan". "Aaaakh, guru pasti tahu. Guru kan
selalu menjadi tempat bertanya bagi semua orang di daerah sini,” desak
si murid. "Baiklah. Sebenarnya rata-rata manusia meninggal pada usia
70 sampai 75 tahun. Tetapi sebagian ada yang tidak mencapai atau lebih
dari perkiraan tersebut." Merasa tidak puas dia kembali bertanya, "Jadi,
umur berapakah manusia pantas untuk mati?" Sambil pandangannya
menerawang keluar jendela, sang guru menjawab, "Sesungguhnya, begitu
manusia dilahirkan, proses penuaan langsung terjadi. Sejak saat itu,
manusia semakin tua dan kapan pun bisa mengalami kematian". Si
murid bertanya terus, "Lalu, bagaimana sebaiknya saya menjalani hidup
ini?" ”Hidup sesungguhnya adalah saat ini, bukan besok atau kemarin.
Hargai hidup yang singkat ini, jangan sia siakan waktu. Bekerjalah
secara jujur dan bertanggung jawab, usahakan berbuat baik pada setiap
kesempatan. Jangan takut mati, nikmati kehidupanmu! Mengerti?”
Dengan wajah gembira si murid berkata, "Terima kasih guru, saya
mengerti. Saya akan belajar dan bekerja dengan sungguh-sungguh,
berani menghadapi hidup ini, sekaligus menikmatinya. Saya pamit
guru." Hiduplah saat ini, tidak usah menyesali hari kemarin, karena hari
kemarin sudah berlalu, tidak usah cemas akan hari esok, karena hari esok
belum datang, Hanya hari ini yang menjanjikan kesuksesan , kebahagian
bagi setiap orang yang mau dan mampu mengaktualisasikan dirinya
dengan penuh totalitas!
Sekali lagi,
Disadur dari www.andriewongso.com
0 comments:
Post a Comment