Pages

Rabu, 19 November 2025

 SEJARAH BUPATI MAGETAN PERTAMA



Raden Tumenggung Yosonegoro (R.T.Yosonegoro) 
Adalah Bupati Magetan pertama, yang menjabat dari tahun 1675 – 1703. Ia lahir dengan nama kecil Basah Bibit atau Basah Gondokusumo dan merupakan cucu dari Raden Basah Suryaningrat. R.T.Yosonegoro diwisuda sebagai penguasa wilayah Magetan pada tanggal 12 Oktober 1675, Sekaligus tanggal tersebut menjadi tanggal lahir resmi Kabupaten Magetan. Kabupaten Magetan di bawah pimpinan Bupati Yosonegoro mengalami kehidupan yang tenang, makin lama makin ramai dan makin berkembang. Beliau sangat bijaksana dan berpandangan jauh. Mataram sebagai tanah kelahirannya tidak rela dijajah oleh Kompeni Belanda. Meskipun demikian beliau selalu berusaha agar putera dan rakyat beliau tetap sabar, menyadari kemampuan yang ada padanya. Beliau banyak mencurahkan perhatian kepada kesejahteraan rakyat dan keamanan daerah Magetan. Beberapa tahun kemudian Magetan dilanda bencana alam kekurangan bahan makanan, sehingga banyak timbul perampokan-perampokan. Oleh karena meluasnya berandal yang sulit diatasi, maka beliau terpaksa memberanikan diri mohon bantuan ke pusat pemerintahan Mataram. Dengan bantuan dari pusat pemerintahan Mataram ini akhirnya situasi bisa diatasi dan keamanan daerah pulih kembali. Tidak lama kemudian beliau wafat. Bupati Yosonegoro wafat pada tahun 1703 dan bersama mendiang istrinya dimakamkan di makam Setono Gedong  di Desa Tambran Kecamatan Magetan. 


2.SEJARAH BUPATI MAGETAN KEDUA 


Raden Ronggo Galih Tirtokusumo (1703 – 1709)Raden Ronggo Galih Tirtokusumo adalah Bupati Magetan yang kedua. Berkuasa mulai tahun 1703 – 1709, menggantikan Raden Tumenggung Yosonegoro. Bermula ketika pada 11 September 1705 Pangeran Puger yang dibantu Kompeni pimpinan Herman de Wilde berhasil menguasai Kartasura. Pangeran Puger merebut kekuasaan Mataram dengan menggulingkan Sunan Amangkurat Emas. Selanjutnya Pangeran Puger naik tahta dengan gelar Sunan Paku Buwono I. Sunan Amangkurat Emas berhasil meloloskan diri ke Ponorogo, dan tinggal disana beberapa waktu lamanya. Untuk menghindari pengejaran pasukan Mataram dan VOC, Sunan Amangkurat Emas kemudian melarikan diri ke Kediri dan mendapat perlindungan dari para pengikut Untung Suropati. Dalam pelariannya ke Kediri, turut bergabung beberapa pengikut yang setia pada Mataram diantaranya Tumenggung Surobronto dari Ponorogo, Pangeran Mangkunegara dari Madiun, Demang Tampingan dari Caruban, dan Kyai Ronggo Pamagetan (yang kemungkinan adalah Raden Ronggo Galih Bupati Magetan). Pada 1708 Sunan Amangkurat Emas menyerahkan diri kepada VOC di pegunungan Malang, yang akhirnya dibuang ke Srilangka. Pada Tahun itu pula Untung Suropati tertembak mati. Kemudian pada tahun 1709 Sunan Paku Buwono I mengangkat Raden Mangunrono seorang perwira tentara Mataram sebagai Bupati Magetan, menggantikan Raden Ronggo Galih Tirtokusumo yang ikut memihak pemberontakan yang dilakukan Untung Suropati. Turun dari jabatan Bupati, Raden Ronggo Galih memilih tinggal di Desa Durenan, hingga meninggal dan dimakamkan di Desa itu.



3.BUPATI MAGETAN KETIGA

Raden Mangunrono (1709 – 1730)

Raden Mangunrono (yang berarti panglima pertempuran) adalah Bupati Magetan yang ketiga, menjabat mulai 1709 sampai dengan 1730. Raden Mangunrono diangkat oleh Sunan Paku Buwono I (Sunan PB-I) menggantikan Raden Ronggo Galih Tirtokusumo yang dianggap berseberangan dengan Mataram. Sejak Sunan Amangkurat Emas dibuang ke Srilangka pada 1708, kekuasaaan VOC di pusat Mataram semakin bertambah. Pada tahun 1709 di Kartosuro diadakan konferensi yang dihadiri oleh 43 Bupati wi wilayah Mataram, termasuk Bupati Magetan. Walaupun konferensi para Bupati-Bupati di Mataram diundang dan dipimpin Sunan PB-I, namun dalam acara tersebut lebih banyak ditentukan oleh wakil VOC. Dalam konferensi itu ditetapkan bahwa ke-43 Bupati berkewajiban menyerahkan hasil bumi tertentu kepada VOC. Penyerahan hasil bumi tersebut dianggap sebagai hutang Mataram atas bantuan VOC yang turut menumpas “pemberontakan-pemberontakan” yang dilakukan oleh Tronojoyo, Untung Suropati dan Sunan Amangkurat Emas. 

Konferensi menetapkan bahwa Bupati Magetan harus menyerahkan sejumlah beras, kulit kerbau dan kacang, yang merupakan produksi utama daerah Magetan pada saat itu.

Sumber bacaan : Sukarjan (2014). “Magetan dalam Panggung Sejarah Indonesia

4.BUPATI MAGETAN KEEMPAT

Tumenggung Citrodiwiryo

adalah Bupati Magetan yang keempat. Menjabat sebagai Bupati mulai tahun 1930 – 1943. Menurut sebuah catatan, Tumenggung Citrodiwiryo adalah orang asli Magetan
.
Pada masa pemerintahan Bupati ini, terjadi pergeseran-pergeseran kekuatan di pusat Mataram yang pengaruhnya sampai di Magetan. Bermula pada 1741 ketika terjadi huru hara Cina di Batavia. Ribuan orang Cina keluar dari Batavia dan melakukan serangan-serangan terhadap pos-pos militer VOC. Rakyat Jawa yang sejak lama memendam kebencian kepada VOC sejak perlawanan Tunojoyo dan Untung Suropati, serta Sunan Amangkurat Emas, meraih simpati pada huru hara tersebut. Semarang, Rembang dan ibu kota Kartosuro diserang. Benteng VOC dibakar dan para pasukan dan pembesar Belanda dibunuh
.
Pada waktu itu, pasukan huru hara Cina bergabung dengan pasukan rakyat pimpinan Raden Mas Garendi yang termasuk keluarga bangsawan Mataram. Sunan Paku Buwono II yang menggantikan Sunan PB-I  pada 1726, tampak ragu menghadapi pergolakan ini, dan akhirnya Kraton sunan di Kartosuro diserang rakyat. Sunan Paku Buwono II (PB-II) bersama para penasihatnya dan VOC (yakni Hohendorff dan Hogewitz) melarikan diri ke timur
.
Rombongan ini beserta beberapa prajurit pengawal naik ke gunung Lawu, dan tiba di Trajikuning. Mendapat laporan bahwa rombongan Sunan PB-II menuju daerah Magetan, Tumenggung Citrodiwiryo menyiapkan pasukan untuk menjemput dan akhirnya bertemu rombongan Sunan PB-II di Desa Guger
.
Selanjutnya rombongan tersebut melanjutkan perjalanannya ke timur dan tiba di kota Magetan pada 3 Juli 1742. Rombongan Sunan PB-II menginap di Magetan selama 2 malam, yang kemudian meneruskan perjalanan ke Wanasari (kota Madiun sekarang). Selanjutnya rombongan meneruskan perjalanan ke selatan dan tiba di Ponorogo pada 8 juni 1742
.
Dalam situasi tersebut, Bupati Magetan Tumenggung Citrodiwiryo mengirim utusan ke berbagai kabupaten untuk memberi kabar kepada para Bupati yang masih setia bahwa Sunan PB-II sedang dalam pelarian
.


5.BUPATI MAGETAN KELIMA

Raden Arja Sumodiningrat
adalah Bupati Magetan yang kelima, menjabat mulai tahun 1743 – 1755. Raden Arja Sumodiningrat diangkat oleh Sunan Paku Buwono II (PB-II) menggantikan Tumenggung Citrodiwiryo yang sudah lanjut usia. Pada waktu itu, huru hara Cina dapat dipadamkan dan Sunan PB-II telah kembali ke Kartosuro.
.
Akibat pergolakan rakyat yang menyerang Kraton Sunan di Kartosuro, Sunan PB-II membangun kraton dan ibu kota baru di Solo. Selama pemerintahan bupati Magetan R. A. Sumodiningrat, kerajaan Mataram sedang mengalami kemunduran karena VOC semakin ikut campur dalam pemerintahan Mataram
.
Akibatnya beban rakyat di daerah-daerah bertambah berat. Pada tahun 1744 pemerintahan pusat Mataram atas desakan wakil VOC membuat ketetapan baru, bahwa kewajiban bupati-bupati untuk menyerahkan hasil bumi kepada VOC bertambah besar yakni tentang setoran beras dan kacang hijau
.
Jumlah setoran hasil bumi para bupati di wilayah Madiun yaitu, Ponorogo 137 koyan beras, Wanasari (Madiun) 54 koyan beras, Jogorogo 12 koyan beras, Magetan 7 koyan beras, caruban 5 koyan beras
.
Selain penambahan setoran hasil bumi, ketetapan baru yang lain adalah pembatasan jumlah prajurit para bupati. Ketetapan ini mungkin untuk mengurangi potensi pemberontahan. Pembatasan jumlah prajurit berdasarkan besar kecilnya daerah, kewajiban, kedudukan daerah, serta strategis tidaknya daerah tersebut. Kabupaten Wanasari (Madiun) jumlah prajuritnya dibatasi 2.000 prajurit lokal, Jogorogo dibatasi 1.200 prajurit, dan Ponorogo, Pacitan dan Magetan dibatasi 1.000 prajurit
.


6. Kanjeng Kyai Adipati Poerwadiningrat (1755 – 1790)

Kanjeng Kyai Adipati Poerwadiningrat (K.K.A. Poerwadiningrat) adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1755 hingga tahun 1790. K.K.A. Poerwadiningrat adalah putra dari Raden Tumenggung Sasrawinata yaitu Bupati Pasuruan dan keturunan dari Panembahan Cakraningrat I. yang wafat pada tahun 1630 di Kamal yang kemudian dimakamkan di Astana Hermata Madura. Tugas beliau yang pertama adalah mengamankan daerah perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, lebih tepatnya daerah Magetan jangan sampai terkena kekacauan akibat perang saudara di pusat pemerintahan Mataram. Sebelum menjabat Bupati Magetan beliau adalah seorang Tumenggung yang menjabat Bupati di Kertosono.  Setelah beliau wafat dimakamkan di makam Desa Pacalan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan.

Pemerintahan Kabupaten Magetan dibawah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat menjadi tentram dan wilayah pemerintahan menjadi daerah mancanegara dari Mataram. Beliau berkesimpulan bahwa para raja Mataram didalam batinnya tidak senang kepada Belanda, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Kebencian terhadap kompeni dikaitkan dengan pemberontakan terus menerus terhadap pusat pemerintahan yang berada dibawah pengaruh Belanda. Beliau anti kepada Belanda, namun mengingat kemempuan yang ada dan melihat kejadian-kejadian yang dialami pemerintahan Mataram, maka beliau lebih memusatkan perhatian kepada kesejahteraan rakyat Magetan. Sampai beliau wafat, Magetan dalam keadaan aman. Kehidupan rakyat tentram walaupun Mataram mengalami kekisruhan akibat perang saudara yang disebut sebagai suksesi oorlog oleh para ahli sejarah. Jenazah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat dimakamkan di tanah bekas perdikan desa Pacalan Kecamatan Plaosan. Sedangkan makam Nyai Mas Purwodiningrat terletak di bekas perdikan desa Pakuncen wilayah Kertosono. Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat menurunkan dua orang putri yaitu :

·         Pertama, Putri Sepuh Gusti Kanjeng Ratu Kedaton garwo dalem Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II.

·         Kedua, Putri Anom Gusti Kanjeng Ratu Anom, garwo dalem Pangeran Paku Alam yang kemudian disebut Gusti Kanjeng Paku Alam I.

7. Raden Tumenggung Sosrodipuro(1790 – 1825)

8. Raden Tumenggung Sosrowinoto (1825 – 1837)

Raden Tumenggung Sosrowinoto adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1825 hingga tahun 1837. Pada masa bupati ini, tanggal 4 Juli 1830 atau 13 Sura 1758 tahun Je, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengadakan pertemuan bupati se-wilayah Mancanegara Wetan di desa Sepreh, Kabupaten Ngawi. Pertemuan itu mengharuskan semua bupati Mancanegara Wetan harus menolak kekuasaan Sultan Yogyakarta dan Susuhunan Surakarta dan harus tunduk kepada pemerintah Belanda di Batavia. Sejak tahun 1830 tersebut, kabupaten Magetan menjadi daerah jajahan Belanda dan dipecah menjadi 7 daerah kabupaten (tahun pemecahan tidak jelas), yaitu
– Kabupaten Magetan I (kota) bupati R.T. Sosrowinata
– Kabupaten Magetan II (Plaosan) bupati R.T. Purwawinata
– Kabupaten Magetan III (Panekan) bupati R.T. Sastradipura
– Kabupaten Magetan IV (Goranggareng Genengan) bupati R.T. Sosroprawira yang berasal dari Madura
– Kabupaten Magetan V (Goranggareng Ngadirejo) bupati R.T. Sastradirja
– Kabupaten Maospati bupati R.T. Yudaprawira
– Kabupaten Purwodadi bupati R. Ngabehi Mangunprawira

Pada tahun 1837 Kabupaten Magetan II dan Magetan III dihapuskan dan dijadikan satu dengan Kabupaten Magetan I. Pada tahun 1866 Kabupaten Goranggareng dihapuskan. Pada tahun 1870 kabupaten Purwodadi dihapuskan. Berturut-turut yang menjabat Bupati di Purwodadi adalah :

·         R. Ng. Mangunprawiro alias R. Ng. Mangunnagara

·         R. T. Ranadirja

·         R. T. Sumodilaga

·         R. T. Surakusumo

·         R. M. T. Sasranegara (1856-1870)


Pada tahun 1880 Kabupaten Maospati dihapuskan.

Sesudah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat, yang menjabat Bupati Magetan di antaranya adalah Raden Tumenggung Sasradipura, masih kerabat Sultan Hamengkubuwono II dan ketentraman Magetan semakin terganggu akibat perang saudara di pusat pemerintahan Mataram. Dan pada tahun 1742 Raden Mas Garendi (cucu Sunan Mas) menyerbu keraton Kartosuro sehingga Paku Buwono II meloloskan diri ke Magetan lewat Tawangmangu dan menuju Ponorogo (Jawa Timur).

Pada masa pangeran Mangku Bumi (saudara dari Paku Buwono II) memberontak pemerintahan Mataram di bawah Paku Buwono II, maka dengan campur tangan kompeni Belanda, perselisihan ini diakhiri dengan diadakannya perjanjian Gianti pada tanggal 13 Desember 1755. Adapun hasil dari perjanjian Gianti adalah Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua bagian yaitu :

·         Mataram dengan ibu kota Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Pangeran Mangkubumi, menyatakan diri sebagai Susuhunan Ing Mataram, bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tanggal 11 Desember 1749. Dan selanjutnya daerah ini disebut Kasultanan.

·         Mataram dengan ibu kota Surakarta di bawah Paku Buwono III (putra Paku Buwono II). Dan selanjutnya daerah ini disebut Kasunanan.

9. Raden Mas Arja Kartonagoro(1837 – 1852)

Raden Mas Arja Kartonagoro adalah bupati Kabupaten Magetan yang menjabat dari tahun 1837 hingga tahun 1852. Sebelumnya beliau adalah bupati Mojokerto. Putri tunggal beliau menikah dengan Raden Mas Arja Surohadiningrat (putra bupati Ponorogo, Raden Mas Arja Surohadiningrat II.


10. Raden Mas Arja Hadipati Surohadiningrat III (1852 – 1887)
11. Raden M.T. Adiwinoto(1887 – 1912), R.M.T. Kertonegoro (1889)
12. Raden M.T. Surohadinegoro (1912 – 1938), R.A. Arjohadiwinoto (1919)
13. Raden Mas Tumenggung Soerjo(1938 – 1943)

Ario Soerjo Lahir 9 Juli1895
Magetan Meninggal 10 September 1948 (umur 53)

Bago, Kedunggalar, Ngawi

Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo (biasa dikenal dengan nama Gubernur Soerjo); Magetan, 9 Juli 1895 – Bago, Kedunggalar, Ngawi, 10 September 1948) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia adalah gubernur pertama Jawa Timur dari tahun 1945 hingga tahun 1948. Sebelumnya, ia menjabat Bupati di Kabupaten Magetan dari tahun 1938 hingga tahun 1943. Ia adalah menantu Raden Mas Arja Hadiwinoto. Setelah menjabat bupati Magetan, ia menjabat Su Cho Kan Bojonegoro pada tahun 1943.

RM Suryo membuat perjanjian gencatan senjata dengan komandan pasukan Inggris Brigadir Jendral Mallaby di Surabaya pada tanggal 26 Oktober 1945. Namun tetap saja meletus pertempuran tiga hari di Surabaya 28-30 Oktober yang membuat Inggris terdesak. Presiden Sukarno memutuskan datang ke Surabaya untuk mendamaikan kedua pihak.
Gencatan senjata yang disepakati tidak diketahui sepebuhnya oleh para pejuang pribumi. Tetap saja terjadi kontak senjata yang menewaskan Mallaby. Hal ini menyulut kemarahan pasukan Inggris. Komandan pasukan yang bernama Jenderal Mansergh mengultimatum rakyat Surabaya supaya menyerahkan semua senjata paling tanggal 9 November 1945, atau keesokan harinya Surabaya akan dihancurkan.

Menanggapi ultimatum tersebut, Presiden Sukarno menyerahkan sepenuhnya keputusan di tangan pemerintah Jawa Timur, yaitu menolak atau menyerah. Gubernur Suryo dengan tegas berpidato di RRI bahwa Arek-Arek Suroboyo akan melawan ultimatum Inggris sampai darah penghabisan.
Maka meletuslah pertempuran besar antara rakyat Jawa Timur melawan Inggris di Surabaya yang dimulai tanggal 10 November 1945. Selama tiga minggu pertempuran terjadi di mana Surabaya akhirnya menjadi kota mati. Gubernur Suryo termasuk golongan yang terakhir meninggalkan Surabaya untuk kemudian membangun pemerintahan darurat di Mojokerto.
Tanggal 10 September 1948, mobil RM Suryo dicegat pemberontak anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di di tengah hutan Peleng, Kedunggalar, Ngawi. Dua perwira polisi yang lewat dengan mobil ikut ditangkap. Ke 3 orang lalu ditelanjangi, diseret ke dalam hutan dan dibunuh. Mayat ke 3 orang ditemukan keesokan harinya oleh seorang pencari kayu bakar.

R. M. T. Soerjo dimakamkan di makam Sasono Mulyo, Sawahan, Kabupaten Magetan. Sebuah monumen yang dibangun untuk mengenang jasa-jasanya terletak di Kecamatan Kedunggalar kabupaten Ngawi.

14. Raden Mas Arja Tjokrodiprojo (1943 – 1945)
15. Dokter Sajidiman(1945 – 1946)

16. Sudibjo (1946 – 1949)

Sudibjo adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1945 hingga tahun 1949, pada masa perjuangan kemerdekaan. Pada masa pemerintahan beliau, terjadi Madiun Affair dimana bupati dan banyak tokoh masyarakat Magetan ditangkap dan dipenjara oleh pemberontak PKI.Selama seminggu PKI berkuasa di Magetan.Kemudian pada akhir bulan September 1948, Pasukan Siliwangi dipimpin Letkol Sadikin dan Mayor Acmad Wiranatakusumah memasuki wilayah Magetan dan memulai operasi pembersihan dan penangkapan pemberontak di wilayah Magetan – Madiun.

17. Raden Kodrat Samadikoen(1949 – 1950)
Raden Kodrat Samadikoen adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1949 hingga tahun 1950, pada masa perjuangan kemerdekaan dan berkecamuknya agresi militer Belanda tahun 1949. Pada pertengahan Februari 1949, bupati Raden Kodrat Samadikoen beserta beberapa pejabat pemerintah kabupaten lainnya ditangkap oleh Belanda di Desa Sambirobyong, Kecamatan Magetan. Karena penangkapan ini, pemerintahan resmi kabupaten vakum.Dan akhirnya terbentuk pemerintahan darurat sipil oleh Sub Teritorium Militer di Madiun.

18. Mas Soehardjo (1950)
Mas Soehardjo adalah Bupati Magetan yang menjabat tahun 1950,dan sebelumnya menjabat sebagai patih Kabupaten Magetan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah RI Pusat membentuk secara resmi daerah-daerah kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tanggal 8 Agustus 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, di propinsi ini ditetapkan 29 kabupaten termasuk Kabupaten Magetan. Setelah jabatan bupati di Magetan berakhir, Mas Soehardjo kemudian diangkat sebagai Bupati Sampang, Madura.

19. Mas Siraturahmi(1950 – 1952)
Mas Siraturahmi adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1950 hingga tahun 1952.Pada masa jabatan beliau, pembangunan fisik di wilayah Magetan di antaranya adalah perbaikan jembatan dan gedung penting yang dibumihanguskan pada saat Agresi Militer Belanda.Pada tahun 1951, pasar kota Magetan selesai dibangun. Juga beberapa gedung kantor pemerintahan daerah.

20. M. Machmud Notonindito (1952 – 1960)
M. Machmud Notonindito adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1952 hingga tahun 1960, menggantikan bupati sebelumnya Mas Siraturahmi yang diangkat sebagai residen di Bondowoso. M. Machmud Notonindito sebelumnya adalah Sekretaris Karesidenan Madiun dan dilantik sebagai Bupati Magetan pada tanggal 1 Agustus 1952.
Berdasarkan hasil Pemilu 1955, jumlah anggota DPRD Magetan (berdasarkan UU No. 19 tahun 1956) adalah 35 orang, terdiri dari wakil Partai Komunis Indonesia (PKI) 18 orang,wakil PNI 9 orang, wakil NU 4 orang, wakil Masyumi 3 orang dan 1 orang dari wakil perseorangan yaitu Dachlan. Anggota DPRD ini dilantik pada 21 Desember 1957 oleh Residen Madiun bertempat di Balai Pemerintah Daerah.

21. Soebandi Sastrosoetomo (1960 – 1965)
Soebandi Sastrosoetomo adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1960 hingga tahun 1965. Soebandi Sastrosoetomo merupakan Bupati yang berasal dari PKI, dan sebelumnya adalah Kepala Dinas Pembangunan Usaha Tani (DPUT) Madiun. Dilantik sebagai bupati pada 5 Februari 1960. Dengan adanya peristiwa Gerakan 30 September di Jakarta, masa jabatan bupati ini ikut berakhir.

22. Raden Mochamad Dirjowinoto(1965 – 1968)
Raden Mochamad Dirjowinoto adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1965 hingga tahun 1968, menandai dimulainya masuknya militer Indonesia di pemerintahan sipil daerah setelah Gerakan 30 September.

23. Boediman (1968 – 1973)

24. Djajadi(1973 – 1978)

Djajadi adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1973 hingga tahun 1978. Dilantik pada 1 Mei 1973 dan sebelumnya menjabat sebagai Komandan Wing III KOPASGAT KODAU IV Surabaya dengan pangkat Letkol PAS. Pada 13 Mei 1978 Djajadi mengakhiri masa jabatannya dan kemudian ditunjuk menjadi Bupati Madiun.

25. Drs. Bambang Koesbandono (1978 – 1983)
Drs. Bambang Koesbandono adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1978 hingga tahun 1983. Bambang Koesbandono sebelumnya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Wilayah Daerah Kabupaten Tuban.

26. Drg. H.M. Sihabudin (1983 – 1988)
Drg. H.M. Sihabudin adalah Bupati Magetan yang menjabat dari tahun 1983 hingga tahun 1988. Mohammad Sihabudin dilantik sebagai bupati pada 13 Mei 1983, sebelumnya berkarier sebagai dokter militer di Rumah Sakit Angkatan Udara di Bandara Iswahyudi.

Daerah Magetan merupakan suatu daerah yang perbatasannya sebelah barat dengan gunung lawu menuju ke barat daya merupakan deretan Sidaramping, Gunung Jabolarang dan Gunung Kukusan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, di sebelah utara merupakan daratan yang bergelombang naik mengarah ke timur sampai dengan barat ke kaki Gunung Lawu berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah selatan merupakan dataran rendah berbatasan dengan Kabupaten Madiun. Sungai yang memotong daerah Magetan menjadi dua bagian mulai dari pangkal sumber di bawah Cemorosewu, Gunung Kendil dan Gunung Sidoramping adalah Sungai Gandong yang merupakan jalur bersejarah penuh dengan misteri dan ditaburi dengan makam-makam jaman kuno, di Kabupaten Magetan banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa petilasan bangunan-bangunann purbakala maupun petilsan bekas pusat pemerintahan.

Misalnya: Petilasan makam Empu Supo di Dukuh Mandang Desa Plumpung Kecamatan Plaosan. peninggalan purbakala terbuat dari batu andesit di Dukuh Sadon Desa Cepoko Kecamatan Panekan berupa candi yang diberi nama Candi Sadon. Petilasan Pengger di Dukuh Pengger Desa Bedagung Kecamatan Panekan. di puncak Gunung Lawu terdapat petilasan Pawon Sewu (Punden Berundak), Argo Dalem, Sendang Drajat dsb. Yang diperkirakan dari akhir Majapahit.petilasan berupa sumur dan masjid kuno bersejarah yang dikelilingi tembok bekas pusat pemerintahan Kabupaten Purwodadi berada di atas tanah lebih kurang seluas 4 hektar dengan bekas gapuro Magetan.

Makam leluhur Magetan (Patih Nrang Kusumo dan Patih Ngariboyo II) di Dukuh Njelok Desa Bulukerto Kota Magetan dan makam Kanjeng Adipati Purwodiningrat, mertua Hamengku Buwono di Desa Pacalan Kecamatan Plaosan juga merupakan bukti sejarah.

Makam Astana Gedhong di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan terdapat makam Adipati Yosonegoro yang erat hubungannya dengan sejarah babad Magetan. di makam Sasonomulyo Dukuh Sawahan Desa Kapolorejo Kota Magetan terdapat makan-makan bupati Magetan dan masih banyak lagi makam-makam yang tersebar di daerah -daerah yang sampai sekarang masih keramat.

Ditinjau dari letaknya Magetan merupakan daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur maka bahasa sehari-hari, adat istiadat maupun kebudayaannya banyak mendapat pengaruh dari daerah Jawa Tengah yakni daerah Solo/Surakarta dan sekitarnya daripada daerah-daerah di Jawa Timur lainnya. lebih-lebih jalur tembus antara Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah melewati Cemorosewu lereng sebelah barat daya Gunung Lawu dan melalui hutan-hutan, erat hubungannya dengan jalan bersejarah dari abad ke abad.


umber ; https://wiyonggoputih.blogspot.com/2018/03/sejarah-magetan-bagian-2.html

Sabtu, 19 Oktober 2019

Sekilas Tentang Pertapaan Pringgondani Gunung Lawu
Gambar terkait

Menurut riwayat yang berkembang, kompleks pertapaan Pringgodani merupakan wilayah kekuasaan Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit yang terakhir) pada masa pelariannya dari Kerajaan Majapahit. Daerah tersebut kemudian diserahkan kepada adiknya yang bernamaKoconegoro sebagai ungkapan terima kasih atas pengorbanannya terhadap Kerajaan Majapahit. Sejak Majapahit runtuh, Prabu Brawijaya V melarikan diri ke Gunung Lawu sampai meninggal dengan muksa (jiwa dan raganya masuk dalam alam gaib) selama 7 tahun. Setelah itu kadang-kadang Prabu Brawijaya V  menampakkan diri di sekitar Sendang Wali sampai Hargo Dumilah.

Menurut masyarakat setempat “Pringgodani” merupakan gabungan dari kata-kata: Pring, Nggon, dan Ndani. Pring(Bahasa Indonesia = bambu) karena pring atau bambu adalah benda yang bisa dibuat apa saja, seperti manusia yang bisa berbuat apa saja; sedangkan kata nggon adalah bahasa Jawa yang artinya tempat, dan ndani adalah singkatan dari kata Jawa ndandani, yang berarti memperbaiki. Jadi, pringgodani adalah tempat bagi manusia untuk memperbaiki diri. Sedangkan nama Koconegoro atau sering juga disebut Eyang Panembahan Koconegoro hanyalah mitos. Sebab nama tersebut hanyalah sebuah perumpamaan, yakni: eyang artinya yang dituakan (yang tua), panembahan berarti tempat, kocoberarti cermin, dan negoro artinya diri kita. Jadi, dapat diartikan sebagai tempat yang dituakan (dikeramatkan) dan bermanfaat untuk bercermin (memperbaiki) diri kita.

Mengenai pamuksan (menghilang)nya Prabu Brawijaya V ini ada keterangan lain bahwa pada pintu masuk Sanggar Pamelengan tertulis Dwi Jalmo Ngesti Sawiji. Tulisan tersebut dapat diartikan sebagai dua sosok manusia menyembah kepada yang satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Namun sumber lain menjelaskan bahwa kata tersebut merupakan sengkalan angka tahun, yaitu dwi berarti 2 (dua), jalmo artinya 2 (dua), ngesti sama dengan 8 (delapan), dan sawiji artinya 1 (satu).Angka itu kalau dirangkai adalah 2281, dan karena sengkalan angka tahun maka cara membacanya harus dibalik yaitu 1822. Maksudnya pada tahun 1822 M itulah tempat ini dijadikan sebagai tempat moksa Prabu Brawijaya V.

Menurut cerita masyarakat, Pertapaan Pringgodani mempunyai kaitan dengan cerita Prabu Boko. Dahulu ada seorang raja yang bernama Prabu Boko yang mempunyai kebiasaan memakan manusia. Karena kegemaran yang tidak wajar itu, maka penduduk di sekitar Pertapaan Pringgodani (Kalurahan Blumbang dan Pancot) habis dimangsanya. Tinggallah seorang yang bernama Mbok Rondho Dadapan, dengan putrinya yang masih berusia 7 bulan yaitu Harwati. Pada saat itu Prabu Boko juga hendak memangsa Harwati, namun Mbok Rondho Dadapan menolak dan minta waktu tujuh hari. Pada saat itulah seorang pertapa dari Pringgodani turun gunung. Sang pertapa bersedia menolong mbok Rondho dengan cara menjelma sebagai Harwati dan bersedia menjadi mangsa Prabu Boko. Ketika Prabu Boko datang dan hendak memangsa Harwati tiba-tiba tangan anak tersebut memegang kepala Prabu Boko dan dibantingkan pada batu gilang yang terdapat di Desa Pancot. Kepala Prabu Boko remuk, mata dan otaknya menjadi batu kapur di Gunung Gamping, taringnya menjadi tanaman bawang, gigi geraham menjadi brambang, dan tubuhnya menjadi palawija. Dengan tewasnya Prabu Boko, masyarakat Pancot dan Blumbang merasa aman, maka sang pertapa kembali ke pertapaannya di Pringgodani.

Merasa desanya dilindungi oleh pertapa, maka penduduk Desa pancot dan Blumbang sampai sekarang mengadakan upacara yang diselenggarakan setiap hari lahirnya sang Pertapa yaitu Hari Selasa Kliwon pada (kalender Jawa). Upacara itu diadakan dengan harapan agar masyarakat selalu merasa aman, mendapat rezeki, dan berkah. Masyarakat juga mempercayai bahwa berbagai tempat yang dikeramatkan di lokasi tersebut juga mempunyai makna yang berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung pada motif kedatangan dan tujuan para pengunjung, serta aliran kepercayaan yang diyakininya. Ada pengunjung yang motif kedatangan dan tujuannya untuk mencari ketenteraman batin, ada yang mencari ilmu gaib, dan ada juga yang datang untuk berobat.

Di Kalurahan Blumbang terdapat kompleks pertapaan yang berlokasi di atas bukit. Nama pertapaan itu dikenal dengan nama Pertapaan Pringgodani. Kompleks pertapaan yang terletak di kawasan Perhutani ini, selain mempunyai pemandangan yang indah juga dikenal sebagai tempat yang mempunyai daya magis. Di kompleks pertapaan tersebut banyak tempat yang dikeramatkan, yaitu:

(a). Sendang Gedang Selirang,
Tempat ini merupakan sebuah aliran sungai yang terbendung;

(b). Pertapaan Koconegoro.
Pertapaan Koconegoro berada di lereng bukit sebelah utara Sendang gedang Selirang;

(c). Sendang Panguripan.
Sendang ini terletak di lereng sebelah barat Pertapaan Koconegoro. Sendang Panguripan mempunyai makna bahwa air dari sendang tersebut sebagai sumber kehidupan;

(d). Sendang Penganten (Pancuran Tujuh).
Dinamakan Sendang Penganten karena dahulu di tempat tersebut hanya ada dua pancuran. Namun dalam perkembangannya sekarang ini sudah ada tujuh, sehingga disebut juga Pancuran Tujuh. Fungsi dari Sendang Penganten adalah untuk mandi, bersuci, pengobatan alternatif, dan bermeditasi sekaligus untuk melangsungkan permohonan;

(e). Sendang Muria.
Sendang Muria terletak di sebelah timur Sendang Pengantin. Sendang Muria berupa air terjun dan di bawahnya terdapat kolam penampungan;

(f). Sendang Gentong.
Sendang Gentong terletak di sebelah kanan jalur dari Telaga Wali menuju ke Gua Pringgosari. Sendang ini diumpamakan sebagai lumbung, yaitu tempat penyimpanan hasil panen;

(g). Gua Pringgosari.
Gua ini terletak di lereng jurang. Di dalam gua terdapat sebuah patung yang bernama Kebo Danu. Menurut kepercayaan kotoran kebo ini mempunyai khasiat, antara lain: untuk menolak bala dengan menaburkan kotoran kebo itu ke tanah di sekitar rumah; dan untuk menyuburkan tanah;

(h). Sendang Wali.
Sendang Wali semula berbentuk telaga. Sumber air berasal dari bukit di sebelah timur yang berupa air terjun. Karena banjir dan bencana alam banyak batu-batu besar yang jatuh terkena arus air, sehingga telaga itu kini tertimbun batu-batu besar tersebut;

(i). Gua Pringgosepi.
Pringgosepi bermakna, yaitu tempat untuk menyepi. Untuk acara ritual orang lain tidak boleh masuk, karena guanya sempit dan di depannya terdapat jurang, untuk masuk gua harus menggunakan tali pengaman tubuh.

Dewane dewa bumi Bathara Brama, kayune kayu asem, watake dadi pangauban tumrap wong kangelan. Manuke manuk platuk bawang, sabarang gawene rosa. Gedhonge neng ngarsa minep, gemi mring duweke, yen weweh mrih dialem, rada ngegungake. Mondosiyo Anggara Kasih, tegese dadi pangauban, orang rukun lan sanake, bilahine kasiung.

Bagi orang Jawa yang akrab dengan ilmu kejawen, kalimat bermakna simbolik tersebut pasti tidak asing lagi. Sebab, dalam tradisi kejawen kandungan makna kalimat itu merupakan semacam horoskop, yang menjelaskan watak seseorang dengan wuku Mandasia atau Mondosiyo.

Penjelasan itu dipetik dari buku "Primbon Betaljemur Adammakna", sebuah buku kumpulan ilmu kejawen karya Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Tjakraningrat.

Mondosiyo adalah nama salah satu di urutan ke-14 dari 30 wuku berdasarkan kalender Jawa. Nama-nama wuku yang dikenal masyarakat Jawa, dimulai dari wuku Sinta, kemudian Landep, Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, Wariagung, Julungwangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mondosiyo, Julungpujut, Pahang, Kuruwelut, Marekeh, Tambir, Medhangkungan, Maktal, Wuye, Manahil, Prangbakat, Bala, Wulu, Wayang, Kulawu, Dhukut, dan terakhir Watugunung.

Wuku-wuku yang dalam kalender berlangsung selama tujuh hari tersebut, dipercaya masyarakat Jawa tradisional berpengaruh terhadap watak seseorang sesuai dengan wukunya. Namun, bagi masyarakat Dusun Pancot, Desa Kalisoro, di kawasan objek wisata Tawangmangu, wuku Mondosiyo memiliki makna sangat khusus. Nama Mondosiyo hingga kini menjadi sebuah tradisi "bersih desa" yang dilakukan masyarakat setempat setiap tujuh bulan sekali. Tradisi tersebut berupa serangkaian upacara ritual di Dusun Pancot, bermula dari legenda tewasnya Prabu Baka di tangan ksatria sakti Putut Tetuko.

Alkisah, sebelum berdirinya Dusun Pancot di kaki Gunung Lawu yang dikeramatkan, bermukimlah seorang pertapa bernama Kiai Jenta. Pertapa inilah yang disebut-sebut sebagai "cikal-bakal" pendiri Dusun Pancot.

Semasa hidup Kiai Jenta, konon kedamaian masyarakat Dusun Pancot terusik oleh ulah seorang raja zalim bernama Prabu Baka. Selain menindas, merampok, dan menganiaya warga yang bermukim di lereng Gunung Lawu, Prabu Baka disebut-sebut memiliki kegemaran "makan daging manusia". Sampai suatu ketika, datanglah ksatria sakti Putut Tetuko dari pertapaan Pringgondani, ke rumah seorang janda Nyai Rondo Dhadhapan. Di rumahnya Desa Dhadhapan, Nyai Rondo terus-menerus menangis karena anaknya semata wayang akan dimangsa Sang Prabu Baka.

Singkat cerita, ksatria Putut Tetuko pun bersedia menggantikan anak Nyai Rondo Dhadhapan untuk menjadi santapan Prabu Baka. Namun, berkat kesaktian Putut Tetuko akhirnya ksatria Pringgondani itu berhasil menghabisi Prabu Baka dengan memancot atau memisahkan kepala dari tubuh tanpa senjata. Prabu Baka tewas setelah kepalanya dihempaskan di batu gilang yang kini menjadi lokasi upacara tradisi Mondosiyo.

Peristiwa pembebasan masyarakat Dusun Pancot dari cengkeraman Prabu Baka hari Selasa Kliwon dan bertepatan dengan wuku Mondosiyo itu, kemudian dianggap sebagai tonggak sejarah dan diperingati dengan "bersih desa". Awal-mula nama Dusun Pancot sendiri, konon berasal dari Kiai Jenta untuk mengingatkan anak-cucunya turun-temurun tentang peristiwa tatkala Putut Tetuko memancot Prabu Baka.

Tradisi Mondosiyo dengan kisah Prabu Baka dan Putut Tetuko yang melegenda, memang tidak ada hubungan dengan agama apa pun. Namun, bagi warga Dusun Pancot, tradisi itu mengandung makna pembebasan yang sangat penting. Melalui tradisi "bersih desa" setiap tujuh bulan sekali, keguyuban sosial mau pun kelestarian lingkungan desa mereka sampai kini tetap terpelihara. Orang-orang desa yang sederhana itu, secara sadar sangat menghormati fatwa Kiai Jenta sebagai "cikal-bakal" Dusun Pancot. Sebuah penghormatan yang menjadikan harmoni tata kehidupan desa seperti tak terusik berbagai polusi masyarakat modern.

Tata Upacara ini dimulai pada hari Minggu Pon. Dua hari sebelum puncak Upacara Mondosiyo berlangsung, msyarakat setempat mengumpulkan beras untuk diolah atau dimasak secara tradisional ,menjadi makanan yang disebut "gandhik", serta aneka makanan khusus lainnya sebagai perlengkapan "sesaji tradisional". Di samping itu, secara gotong royong masyarakat setempat membeli seekor kambing dan sejumlah ayam kampung sebagai "sesaji pokok".

Hari berikutnya Senin Wage, keseluruhan perlengkapan "sesaji tradisi" dan berbagai "busana tradisi" ditempatkan atau disanggarkan di rumah sesepuh adat. Pada pukul 7 malam (malam Selasa Kliwon), beberapa orang perangkat adat menabuh "bende" mengelilingi tempat-tempat yang dianggap keramat, sebagai pemberitahuan akan diselenggarakan upacara adat Mondosiyo, dengan harapan agar para danyang hadir serta merestui perhelatan tersebut. Selanjutnya menjelang tengah malam diadakan tirakatan dan renungan sesuai adat setempat.

Hari H, Selasa Kliwon adalah Puncak Upacara Adat Mondosiyo. Pukul 07.00 pagi para sesepuh adat dan tokoh masyarakat membawa seekor kambing kendit dan ayam ke punden Bakpatokan untuk disembelih sebagai sesaji. Pukul 10.00 semua bahan sesaji sudah disiapkan di punden Bakpatokan. Pukul 13.00 diperdengarkan "gendhing Manyar Sewu". Pukul 16.00 Upacara Mondosiyo dilangsungkan dengan dipimpin oleh sesepuh adat.

Pada puncak acara ini diperebutkan ayam hidup, serta penyiraman "air badheg" bagi masyarakat atau pengunjung. Bagi yang dapat atau bisa menangkap ayam akan mendapat keberuntungan .


Sumber : http://wiyonggoputih.blogspot.com/2017/11/sekilas-tentang-pertapaan-pringgondani.html

10 Masjid Tertua dan Paling Bersejarah di Indonesia



Bukti perkembangan agama Islam di Indonesia adalah dengan adanya masjid bersejarah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Masjid Tertua di Indonesia
Agama Islam masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-11 dan dibawa oleh pedagang dari Gujarat, India. Sejak saat itulah mulai berkembang agama terbesar di Indonesia ini.

Salah satu bukti berkembangnya agama Islam adalah dengan banyaknya jumlah masjid yang tersebar di Indonesia.Tentu sangat menarik jika berbicara tentang masjid. Karena umat muslim akan melakukan ibadah shalat di masjid - Masjid ini.
Lalu masjid bersejarah apa sajakah yang merupakan masjid tertua di Indonesia.

1. Masjid Tua Palopo Sumber Gambar: Wikipedia

Masjid Tua Palopo didirikan oleh Raja Luwu bernama Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604, menjadikan Masjid Tua Palopo sebagai salah satu masjid tertua dan bersejarah di Indonesia.

Palopo sendiri diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu yang memiliki hubungan dengan proses pembangunan Masjid Tua Palopo. Bangunan ini memiliki luas sebesar 15 meter persegi dan berada di Kota Palopo, Sulawesi Selatan.

2. Masjid Tua Al-Hilal KatangkaSumber Gambar: Wikipedia

Masjid Tua Al-Hilal Katangka dibangun pada tahun 1603 pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV. Katangka adalah jenis pohon yang dulu banyak tumbuh di lingkungan sekitar masjid Tua Al-Hilal.

Masjid Tua Al-Hilal Katangka berlokasi di Katangka, Gowa, Sulawesi Selatan dan merupakan salah satu masjid tertua dan bersejarah di Indonesia.

3. Masjid MantinganSumber Gambar: Wikipedia

Masjid tertua dan bersejarah di Indonesia selanjutnya adalah Masjid Mantingan yang didirikan oleh Kesultanan Demak pada tahun 1559. Model bangunan masjid Mantingan dikenal unik karena memiliki arsitektur khas China.

Masjid Mantingan berada di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah.

4. Masjid Agung BantenSumber Gambar: Wikipedia

Bagi kamu orang Banten, tentunya tahu tentang salah satu masjid tertua dan bersejarah di Indonesia yang berada di Banten. Ya, masjid bersejarah itu adalah Masjid Agung Banten. Masjid Agung Banten dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin sekitar tahun 1552.

Salah satu ciri khas dari masjid Agung Banten adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima seperti pagoda China. Masjid Agung Banten terletak di kompleks bangunan masjid tertua di Desa Banten Lama, sekitar 10 kilometer sebelah utara Kota Serang.

5. Masjid Menara KudusSumber Gambar: Wikipedia

Salah satu masjid tertua dan bersejarah yang populer di Indonesia adalah Masjid Menara Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549. Masjid Menara Kudus mempunyai bentuk unik karena memiliki menara seperti candi.

Candi tersebut sendiri menggambarkan perpaduan budaya Islam dan Hindu. Masjid bersejarah Menara Kudus terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

6. Masjid Sultan SuriansyahSumber Gambar: Wikipedia

Masjid tertua dan bersejarah di Indonesia selanjutnya adalah Masjid Sultan Suriansyah. Masjid Sultan Suriansyah dibangun pada tahun 1526 oleh Raja Banjar pertama di Kalimantan Selatan. Masjid Sultan Suriansyah memiliki arsitektur bergaya tradisional Banjar.

Masjid Sultan Suriansyah terletak di utara Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara, Banjarmasin.

7. Masjid Agung DemakSumber Gambar: Wikipedia

Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua dan bersejarah terpopuler di Indonesia. Masjid Agung Demak merupakan tempat berkumpulnya para Wali Songo untuk penyebaran agama Islam.

Masjid bersejarah ini didirikan oleh Raden Patah dari Kesultanan Demak sekitar abad 15 atau lebih tepatnya pada tahun 1474. Masjid Agung Demak berada di desa Kauman, Demak, Jawa tengah.

8. Masjid AmpelSumber Gambar: DMI

Masjid Ampel berada di bagian utara Kota Surabaya, Jawa Timur. Bangunan masjid tertua Ampel memiliki gaya arsitektur Tiongkok dan juga Arab. Masjid Ampel didirikan oleh Sunan Ampel pada tahun 1421 dan merupakan salah satu masjid tertua dan bersejarah di Indonesia.

9. Masjid WapauweSumber Gambar: Wikipedia

Masjid Wapuauwe adalah masjid tertua dan bersejarah di daerah barat Indonesia yang berdiri sejak tahun 1414 di Maluku dan dikenal sebagai pusat penyebaran Islam di Maluku pada masa lampau.

Dulunya masjid Wapauwe bernama Masjid Wawane karena dibangun di lereng Gunung Wawane oleh Kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha.

10. Masjid Saka TunggalSumber Gambar: Wikipedia

Masjid Saka tunggal merupakan masjid tertua dan bersejarah di Indonesia. Masjid Saka Tunggal dibangun oleh Kyai Mustolih pada tahun 1288. Masjid Saka Tunggal memiliki satu tiang di bagian tengah masjid yang menggambarkan bahwa Allah itu satu.

Masjid bersejarah Saka Tunggal terletak sekitar 30 kilometer dari kota Purwokerto.

Itulah Masjid masjid Peninggalan jaman dahalu yang terkenal di Nusantara ini ,Mungkin ada masjid masjid tua di nusantara yg tersebar di pelosok negeri tetapi tidak terkenal.


Sumber : https://www.tokopedia.com/blog/masjid-tertua-bersejarah-di-indonesia/

Selasa, 03 November 2015

Tumbuhan Paling Langka Di Dunia

Daftar Tumbuhan Paling Langka Di Dunia

1.Welwitschia Mirabilis


 Adalah sebuah tumbuhan yang hidup di daerah naimbia. Tumbuhan ini hanya memiliki dua daun, batang dan sistem akar. Walaupun memiliki struktur sederhana tumbuhan ini bisa bertahan 5 tahun tanpa hujan dan hidup hingga 400 tahun bahkan 1,5 abad. Tumbuhan ini sering disebut tumbuhan paling tangguh di dunia.

2 Tanaman Karnivora


Tanaman karnivora merupakan tanaman yang mampu memakan serangga atau hewan yang mendekat pada kelopak bunganya.


3 Raflessia Arnoldi


 Raflessia arnoldi atau bunga raflesia adalah bunga terbesar di dunia. Bobot bunga ini bisa mencapai 12 kg. Bunga ini hanya ditemukan di indonesia

4 Bunga Bangkai


Bunga ini merupakan salah satu dari 10 tumbuhan paling langka di dunia karena baunya yang sangat khas. Tak seperti bunga pada umumnya bunga bangkai tak berbau harum tetapi bau bangkai.

 5 Bunga-Jericho

Tumbuhan ini disebut desmodium gyran dalam bahasa latin. Tumbuhan ni bergerak seperti tangan yang melambaikan simbol semapore. Tanaman ini merupakan tanaman paling unik di dunia.

6 Pohon Botol
 

Pohon ini berbentuk seperti botol. Hidup di daerah afrika selatan. Tak hanya karena bentuknya seperti botol ternyata pohon ini juga bisa menyimpan 300 liter air sehingga pohon ini bisa hidup hingga 3,5 abad. Tak heran jika pohon ini masuk dalam 10 tumbuhan paling langka di dunia.

7 Pohon Darah Naga


Bentuk pohon ini unik, daunnya seperti payung. Getah dari pohon ini berwarna merah seperti darah naga oleh karena itu pohon ini disebut pohon darah naga.

8 Pohon Dinamit

Pohon ini tumbuh di hutan amazon. Batang pohonya berduri dan beracun. Tak hanya itu pohon ini memiliki buah yang bisa meledak seperti dinamit. Karena keunikannya pohon ini masuk dalam 10 tumbuhan paling langka di dunia.

9 Bunga Jericho

Bunga ini juga sering disebut bunga kebangkitan. Dia hidup di gurun cihuahua. Jika digurun batangnya akan berkerut ketika berada di tempat lembab bunga ini akan mekar.


10 Tanaman Bola Baseball


Tanaman ini merupakan bunga yang hidup khusus di daerah great karoo afrika. Karena bentuknya yang mirip bola banyak orang yang mengambilnya. Akibatnya kini keberadaannya hampir punah. Oleh pemerintah afrika selatan kini bunga ini dilindungi.

Tumbuhan paling langka di atas merupakan tumbuhan dengan keunikan dan kemampuan bertahan hidup yang luar biasa. Tak hanya itu tumbuhan tersebut juga jarang ditemukan diberbagai tempat.


Sumber : http://www.daftarmenarik.com

Ikan-ikan yang dipercaya Membawa hoki

Ikan-ikan yang dipercaya Membawa hoki dan keselamatan bagi pemiliknya

Selain sebagai peliharaan, beberapa jenis ikan juga seringkali dipercaya dapat membawa keberuntungan atau hoki dan memberikan keseimbangan kehidupan dalam rumah. Bahkan beberapa jenis ikan juga dipercaya dapat melindungi sang pemilik dari pengaruh guna-guna dan santet ! Yah, namanya juga kepercayaan., jadi semua kembali kepada masing-masing individunya saja.

1. Ikan Arwana

Ikan Arwana dianggap memiliki kekuatan besar dalam feng shui. Arwana melambangkan kesehatan, kemakmuran, kegembiraan, serta kekuasaan serta gelimang harta. Arwana juga dipercaya dapat mengusir kesialan dari makhluk jahat. Tempat yang tepat untuk menaruh ikan Arwana berdasarkan feng shui adalah di sebelah utara, timur, atau tenggara rumah.
2. Lou Han

Lou Han juga merupakan ikan yang populer dalam feng shui karena dipercaya bisa menyebarkan dan memberikan energi positif di lingkungan sekitarnya. Ikan ini juga dipercaya bisa mendatangkan cinta dan keberuntungan bagi pemiliknya. Ikan Louhan yang memiliki berbagai macam warna cerah bersama titik hitam yang besar dipercaya sebagai pertanda kemakmuran dan kekayaan.
Berdasarkan feng shui, ikan Lou Han akan memberikan kekayaan kalau diletakkan di sebelah Tenggara. Sementara meletakkan Lou Han di Timur dipercaya bisa meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.


3. Longfin Koi / Butterfly Koi / Dragon Carp

Ikan keberuntungan ini dipercaya bisa memberikan pemiliknya kesuksesan, kekayaan, dan terpenuhinya ambisi yang tinggi. Ikan Longfin Koi dipercaya sebagai perenang ulung legendaris yang bisa berenang melawan arus. Sehingga ikan ini melambangkan kesuksesan karir bersama pencapaian yang tinggi. Ikan ini juga dipercaya bisa memberikan keberuntungan bagi pelajar maupun orang-orang yang bekerja keras.
Menurut feng shui memelihara sembilan ikan Longfin koi di akuarium akan menyerap energi negatif dilingkungan sekitarnya dan menyebarkan energi positif . Meletakkan longin koi disisi sebelah utara dipercaya memberikan pengaruh berupa kemudahan dalam peningkatan karir.
4. Ikan Maskoki

Maskoki dipercaya sebagai ikan keberuntungan yang memberikan energi positif. Biasanya delapan ikan Maskoki dipelihara dengan salah satu diantaranya ikan mas koki warna hitam untuk membuang sial. Memelihara dua ikan Maskoki akan memberikan keseimbangan dalam hubungan Anda bersama pasangan. Selain aspek keberuntungannya, ikan Maskoki juga dianggap sebagai ikan yang paling cantik dan atraktif.
5. Ikan Dewa

Ikan dewa ( mahseer, kantjra, tambra, tor batak) merupakan salah satu ikan endemik perairan air tawar Indonesia yang memiliki rasa yang nikmat, bentuk sisik yang indah dan tenaga yang besar. Ikan ini bisa tumbuh hingga panjang 1,2 mtr
Ikan Dewa yang dahulu di Indonesia juga disebut dengan ikan "kantjra" merupakan hidangan para raja yang hanya disediakan bagi raja, kerabat raja, maupun tamu kehormatan raja, ikan ini oleh bangsa belanda sering disebut dengan "the java salmon" dan merupakan salah satu komoditi perikanan yang dieksport oleh VOC selain rempah-rempah karena rasanya yang sangat nikmat.
Satu lagi yang paling menarik adalah adanya kepercayaan bagi kelompok masyarakat tertentu di sumatra dan jawa bahwa ikan ini dipercaya sebagai anti guna-guna dimana dianggap bahwa siapa yang memelihara ikan ini di rumah akan jauh dari kesialan dan jika ada yang mengirim guna-guna ikan ini akan berfungsi sebagai penerima / tumbal dan mati sehingga pemilik rumah akan aman dan selamat. 


Sumber: http://hokwi.blogspot.co.id