Pages

Minggu, 05 Agustus 2012

Islam dan Pancasila : Betulkah Bersahabat ( 1 )

Sebuah tulisan Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif yang dimuat di koran Republika (kolom Resonansi), edisi Selasa 15 Mei 2012 yang berjudul ” Saat Islam dan Pancasila Sudah Bersahabat (1)” menarik untuk dibahas sebagai wacana pemikiran dan mengingat akan masa lalu tentang relasi Islam dan Pancasila sebagai sebuah Ideologi. Tulisan lengkapnya saya copy paste disini :
Saat Islam dan Pancasila Sudah Bersahabat (1)

Oleh : Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif


Saat bala tentara Jepang masih punya kekuasaan di Indonesia sekitar 2,5 bulan sebelum proklamasi kemerdekaan, pertarungan sengit antara Islam dan Pancasila untuk diusulkan sebagai dasar filosofi negara telah terjadi. Medan pertarungan itu adalah dalam sidang-sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan).

Islam diwakili tokoh-tokoh puncak kelompok santri, seperti Agus Salim, KH Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, KH Sanoesi, Kahar Muzakkir, sedangkan di pihak Pancasila muncul Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, dan para pemimpin nasionalis lainnya. Sekiranya Ketua BPUPK Dr KRT Radjiman Widiodiningrat tidak menanyakan tentang dasar filosofi negara yang mau merdeka, kita tidak tahu apakah negara Indonesia akan punya dasar atau tidak.

Yang paling serius menjawab tantangan Radjiman itu adalah Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945 yang terkenal itu. Pidato inilah yang menjadi sumber Pancasila itu, tidak yang lain. Pancasila yang sekarang ini, sekalipun bersumber dari Bung Karno, perumusannya telah mengalami perubahan, tetapi bilangan silanya tetap lima.

Perdebatan antara golongan santri dan nasionalis pada Juni itu kemudian menghasilkan sebuah titik temu dalam bentuk Piagam Jakarta, tertanggal 22 Juni 1945, dengan sila-silanya sebagai berikut:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.

 
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Piagam ini hanya berumur 57 hari sebab pada 18 Agustus 1945, demi persatuan bangsa maka atribut “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya“ yang terdapat pada sila pertama dihapus dan posisinya digantikan oleh ungkapan “Yang Maha Esa“ sehingga bunyi lengkapnya menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa“. Pancasila rumusan 18 Agustus inilah yang kita gunakan sekarang.

Dalam perkembangan selanjutnya, golongan santri rupanya tidak terlalu bahagia dengan Pancasila 18 Agustus itu, apalagi dengan Pancasila UUD 1949/UUDS 1950. Dalam sidang-sidang Majelis Konstituante, 1956-1959, ketidakbahagiaan itu mereka lontarkan kembali dengan menggugat rumusan ini dan mengajukan Islam sebagai dasar negara berhadapan dengan Pancasila.

Gugatan ini sepenuhnya benar secara konstitusional karena UUDS 1950 memang membuka pintu untuk itu. Tetapi, sebagaimana kita ketahui, pergulatan tentang dasar negara dalam majelis pembuat UUD ini berjalan sangat alot karena tidak satu pihak pun yang berhasil mengegolkan usulannya sebagaimana yang diminta oleh UUDS. Kesulitan konstitusional inilah kemudian yang “memaksa“ Bung Karno untuk mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang terkenal itu. Dengan dekrit ini, Pancasila 18 Agustus dan UUD 1945 dikukuhkan kembali dan Majelis Konstituante dibubarkan. Akibatnya, suhu politik menjadi sangat panas ketika itu ditambah lagi sangat panas ketika itu ditambah lagi dengan maraknya pergolakan daerah yang mengkristal dalam bentuk PRRI/Permesta sejak 1958 yang telah menguras energi bangsa Indonesia.

Ironisnya, Dekrit 5 Juli juga dipakai Bung Karno untuk melaksanakan sistem Demokrasi Terpimpin (1959-1966) yang minus demokrasi itu, tetapi kemudian berakhir dengan sebuah malapetaka nasional. Kekuasaan Bung Karno pun tidak bisa bertahan untuk kemudian digantikan oleh era Demokrasi Pancasila (1966-1998) dengan Presiden Soeharto sebagai penguasa tunggal.

Pada era inilah, petarungan Islam dan Pancasila memasuki tahap terakhir dengan segala masalah dan dinamika politik yang menyertainya.

Ringkasnya, sejak itu Pancasila sebagai dasar negara secara formal konstitusional telah sangat mantap. Jika masih ada pihak-pihak yang menggugat Pancasila, kekuatan mereka hanyalah berupa riak-riak kecil yang tidak akan mengubah dasar filosofi konstitusi Indonesia.

Dalam ungkapan lain, Islam dan Pancasila telah sangat bersahabat. Pertarungan selama bertahun-tahun sebelumnya telah berakhir untuk tidak diulang lagi. Semua pihak sekarang sudah sama-sama menyadari bahwa mempertentangkan Islam dan Pancasila seperti yang pernah terjadi, ditengok dari kacamata kedewasaan berbangsa adalah sebuah keteledoran sejarah dari negara yang berusia sangat muda ketika itu.

***** 
Mengingat Riwayat Tujuh Kata
Dalam tulisan diatas Syafi’i Ma’arif menyampaikan : “demi persatuan bangsa maka atribut “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya“ yang terdapat pada sila pertama dihapus” , pertanyaanya apa betul pencoretan “tujuh kata” itu “demi persatuan bangsa” ? Fakta historis bahwa tarik ulur perdebatan pencoretan tujuh kata itu tidaklah sederhana dan bahkan dalam bukunya, “Islam dan Politik, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin” (1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif juga mencatat, bahwa pada 18 Agustus 1945, Soekarno sebenarnya sangat kewalahan menghadapi Ki Bagus. Akhirnya melalui Hatta yang menggunakan jasa Teuku Mohammad Hasan, Ki Bagus dapat dilunakkan sikapnya, dan setuju mengganti “tujuh kata” dengan “Yang Maha Esa”.

Dalam biografi Hidup itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 tahun, yang ditulis Lukman Harun, tertera pada hari dan saat bersamaan, 18 Agustus 1945, Bung Karno minta Kasman melobi Hadikusumo. Bung Karno mengatakan kepada anggota PPKI itu, yang juga tokoh Muhammadiyah dan Masyumi, usaha yang sama telah dicoba lewat Hasan, tapi tak berhasil. Baru setelah Kasman berbicara dengan Hadikusumo, sebagai sesama Muhammadiyah. persetujuan penghapusan tujuh kata itu dicapai. Mana yang benar? Hasan mengaku pernah menghubungi Kasman. beberapa tahun lalu, untuk menjelaskan soal ini. Menurut Hasan. Kasman berkata, ”Benar, Saudara meyakinkan dia (Ki Bagus Hadikusumo) dalam bahasa Indonesia, saya meyakinkan dia dalam bahasa Jawa.”

Masih terngiang ucapan Kasman Singodimejo dalam sebuah perbincangan bahwa beliau merasa turut bersalah karena dengan bahasa Jawa yang halus Beliau menyampaikan kepada Ki Bagus Hadikusumo tokoh Muhammadiyah yang teguh pendiriannya itu untuk sementara menerima usulan dihapusnya 7 kata itu. Kasman terpengaruh oleh janji Soekarno dalam ucapannya, “Bahwa ini adalah UUD sementara, UUD darurat, Undang-undang Kilat. Nanti 6 bulan lagi MPR terbentuk. Apa yang tuan-tuan dari golongan Islam inginkan silahkan perjuangkan disitu.”

Ini artinya bahwa kalangan Islam tetap menginginkan Islam sebagai dasar negara. Kasman berpikir, yang penting merdeka dulu. Lalu meminta Ki Bagus Hadikusumo bersabar menanti enam bulan lagi. Namun enam bulan kemudian Soekarno tidak menepati janji. Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak pernah terbentuk. Pemilu yang pertama baru dilaksanakan 10 tahun sesudah proklamasi (1955). (Lihat “Riwayat Tujuh Kata“)

Lalu siapa yang menginginkan “pencoretan tujuh kata” demi persatuan bangsa ? Belakangan diketahui, para aktivis Kristen lah yang sibuk kasak-kusuk melakukan konsolidasi dan lobi-lobi politik untuk meminta penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Kesimpulan ini didasarkan pada pernyataan Soekarno yang mengatakan bahwa malam hari usai proklamasi kemerdekaan RI, ia mendapat telepon dari sekelompok mahasiswa Prapatan 10, yang mengatakan bahwa pada siang hari pukul 12.00 WIB (tanggal 17 Agustus), tiga orang anggota PPKI asal Indonesia Timur, Dr Sam Ratulangi, Latuharhary, dan I Gusti Ketut Pudja mendatangi asrama mereka dengan ditemani dua orang aktivis. Kepada mahasiswa, mereka keberatan dengan isi Piagam Jakarta. Kalimat dalam Piagam Jakarta, bagi mereka sangat menusuk perasaan golongan Kristen.

Latuharhary sengaja mengajak Dr Sam Ratulangi, I Gusti Ktut Pudja, dan dua orang aktivis asal Kalimantan Timur, agar seolah-olah suara mereka mewakili masyarakat Indonesia wilayah Timur. Mereka juga sengaja melempar isu ini ke kelompok mahasiswa yang memang mempunyai kekuatan menekan, dan berharap isu ini juga menjadi tanggungjawab mahasiswa.

Mahasiswa lalu menghubungi Hatta, yang kemudian mengundang para mahasiswa untuk datang menemuinya pukul 17.00 WIB. Hadir dalam pertemuan itu aktivis Prapatan 10, Piet Mamahit, dan Imam Slamet. Setelah berdialog, Hatta kemudian menyetujui usul perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Setelah dari Hatta, malam itu juga para mahasiswa menelepon Soekarno untuk menyatakan keberatan dari tokoh Kristen Indonesia Timur.

Singkat kata, keesokan harinya Soekarno dan Hatta mengadakan rapat dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Pejambon Jakarta. Agenda sidang dibatasi hanya membahas perubahan penting dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 45. Rapat yang diagendakan berlangsung pukul 09.30 WIB mundur menjadi pukul 11.30 WIB. Belakangan diketahui, mulur-nya rapat tersebut disebabkan terjadinya perdebatan yang sengit dalam lobi-lobi yang dilakukan untuk menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Lobi-lobi yang digagas Hatta terjadi antara Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo, Teuku Muhammad Hassan, dan KH A Wahid Hasyim. Pertemuan dengan Hatta berlangsung sengit dan tegang.

Saking sengit dan tegangnya pertemuan itu, sampai-sampai Soekarno memilih tak melibatkan diri dalam lobi tersebut. Soekarno terkesan menghindar dan canggung dengan kegigihan Ki Bagus Hadikusumo, Ketua Umum Muhammadiyah ketika itu, dalam mempertahankan seluruh kesepakatan Piagam Jakarta. Soekarno kemudian hanya mengirim seorang utusan untuk turut dalam lobi yang bernama Teuku Muhammad Hassan.

Siapa orang yang paling bertanggungjawab dalam penghapusan tujuh kata tersebut? R.M.A.B Kusuma dalam buku Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidik Oesaha2 Persiapan Kemerdekaan (Jakarta: Badan Penerbit PH-UI, 2004) mengatakan,

”Bung Hatta adalah orang yang paling bertanggungjawab terhapuskannya ”tujuh kata” dari Piagam Jakarta. Beliau konsisten mengikuti ajaran yang dianutnya. Beliau menghapus ”tujuh kata” tanpa berunding dengan tokoh-tokoh Islam yang menyusun ”perjanjian luhur” Piagam Jakarta, yakni: K.H Wachid Hasjim, K.H Kahar Muzakkir, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso. Beliau hanya berunding dengan Ki Bagus Hadikusumo yang bukan penyusun Piagam Jakarta dengan janji bahwa hal itu akan dibahas lagi di sidang MPR yang akan dibentuk. Pertimbangan beliau hanya didasarkan pada pendapat orang Jepang yang mengaku utusan dari Indonesia Timur. Beliau tidak menyatakan berunding dengan utusan Indonesia Timur yang resmi, yakni D.G Ratulangie, M.r J. Latuharhary, Andi Pangeran Petta Rani, Andi Sultan Daeng Raja, dan Mr Ketut Pudja.”


Dalam buku tersebut Kusuma juga mengatakan, ikhtiar penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang dilakukan Hatta, yang mengaku mendapat desakan dari kelompok Kristen di Indonesia Timur, tak lain makin memperlihatkan sikap dan keyakinan politik Hatta yang sekular, yang berusaha memisahkan ”urusan agama” dan ”urusan negara”. Hatta, kata Kusuma, bahkan tidak pernah mengucapkan kata-kata yang identik dengan Islam, seperti Allah subhana wa Ta’ala, Alhamdulillah, dan sebagainya.
Islam dan Pancasila : Betulkah Bersahabat ?

”Jikalau dulu pada tanggal 18 Agustus 1945 kami golongan Islam telah di-fait-a-compli-kan dengan suatu janji dan/atau harapan dengan menantikan waktu 6 bulan, menantikan suatu Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat Undang-undang Dasar yang baru dan yang permanen, Saudara Ketua, janganlah kami golongan Islam di Dewan Konstituante sekarang ini di-fait-a-compli-kan lagi dengan anggapan-anggapan semacam: Undang-undang Dasar Sementara dan Dasar Negara tidak boleh dirubah, tidak boleh diganti, tidak boleh diganggu gugat! Sebab fait-a-compli semacam itu sekali ini, Saudara Ketua, hanya akan memaksa dada meledak!”


Paragraf diatas adalah kutipan Pidato Mr Kasman Singodimejo di Majelis Konsituante “Menuntut pelaksanaan Gentlement Agreement” yang dijanjikan “Soekarno” (lihat ” Mitos Konstituante“) yang tetap teguh mencinta-citakan Islam sebagai dasar negara. Sehingga menjadi pertanyaan pula atas tulisan Syafi’i Ma’arif : “Kesulitan konstitusional inilah kemudian yang “memaksa“ Bung Karno untuk mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang terkenal itu“. Betulkah Dekrit 5 Juli 1959 sebagai “kesulitan konstitusional” ataukah “keteguhan” pendirian Bung Karno yang tidak menginginkan Islam sebagai dasar negara? ….

Paragraf penutup (yang mungkin masih bersambung) dari tulisan Syafi’i Ma’arif diatas : “Dalam ungkapan lain, Islam dan Pancasila telah sangat bersahabat. Pertarungan selama bertahun-tahun sebelumnya telah berakhir untuk tidak diulang lagi. Semua pihak sekarang sudah sama-sama menyadari bahwa mempertentangkan Islam dan Pancasila seperti yang pernah terjadi, ditengok dari kacamata kedewasaan berbangsa adalah sebuah keteledoran sejarah dari negara yang berusia sangat muda ketika itu“. Betulkah Islam dan Pancasila telah sangat bersahabat?


Kiranya Cerita Kasman Singodimejo dalam memoirnya Hidup itu Perjuangan: 75 Tahun Kasman Singodimejo, memberi sedikit jawaban sejarah. Beliau menceritakan, kedatangannya ke Gedung Pejambon Jakarta dan diminta sebagai anggota tambahan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah atas permintaan Soekarno. Padahal, ketika itu ia sedang bertugas di Jawa barat. Sebagai Panglima Tentara saat itu, ia ditugaskan mengamankan senjata dan mesiu untuk tidak jatuh ke tangan Jepang.

Setelah sukses melobi Ki Bagus Hadikusumo dan rapat memutuskan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut, malam harinya Kasman gelisah tak bisa tidur. Kepada keluarganya ia tak bicara, diam membisu:

”Alangkah terkejut saya waktu mendapat laporan dari Cudhanco Latief Hendraningrat, bahwa balatentara Dai Nippon telah mengepung Daidan, dan kemudian merampas semua senjata dan mesiu yang ada di Daidan.Selesai laporan, maka Latief Hendraningrat hanya dapat menangis seperti anak kecil, dan menyerahkan diri kepada saya untuk dihukum atau diampuni. Nota bene, Latief sebelum itu, bahkan sebelum memberi laporannya telah meminta maaf terlebih dahulu.


Ya apa mau dibuat! Saya pun tak dapat berbuat apa-apa. Saya mencari kesalah pada diri saya sendiri sebelum menunjuk orang lain bersalah. Ini adalah pelajaran Islam. Memang saya ada bersalah, mengapa saya sebagai militer kok ikut-ikutan berpolitik dengan memenuhi panggilan Bung Karno!?

….malamnya tanggal (18 Agustus malam menjelang 19 Agustus 1945) itu sengaja saya membisu. Kepada keluargapun saya tidak banyak bicara, sayapun lelah, letih sekali hari itu, lagi pula kesal di hati. Siapa yang harus saya marahi?”

Kasman mengatakan, ada dua kehilangan besar dalam sejarah bangsa ini ketika itu. Pertama, penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Kedua, hilangnya sejumlah senjata dan lain-lainnya yang sangat vital pada waktu itu.

Kasman menyadari dirinya terlalu praktis dan tidak berpikir jauh dalam memandang Piagam Jakarta. Ia hanya terbuai dengan janji Soekarno yang mengatakan bahwa enam bulan lagi akan ada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan dapat memperbaiki kembali semua itu. Padahal dalam waktu enam bulan, mustahil untuk melakukan sidang perubahan di tengah kondisi yang masih bergolak. Meski Kasman telah mengambil langkah keliru, namun niat di hatinya sesungguhnya sangat baik, ingin bangsa ini bersatu. “Sayalah yang bertanggung jawab dalam masalah ini, dan semoga Allah mengampuni dosa saya,” kata Kasman sambil menetaskan air mata, seperti diceritakan tokoh Muhammadiyah Lukman Harun, saat Kasman mengulang cerita peristiwa tanggal 18 Agustus itu.

Seolah ingin mengobati rasa bersalah penyesalannya pada peristiwa 18 Agustus 1945, pada sidang di Majelis Konstituante 2 Desember 1957, Kasman tak lagi sekadar menjadi “Singodimejo” tetapi berubah menjadi “Singa di Podium” yang menuntut kembalinya tujuh kata dalam Piagam Jakarta dan menolak Pancasila sebagai dasar negara.

Meminjam istilah Syafi’i Ma’arif tentang “sejarah kesengajaan” dan “sejarah kecelakaan”, maka bila mungkin sekarang terjadi “persahabatan” Islam dan Pancasila dalam konteks sejarah adalah sebuah “persahabatan kecelakaan” bukan “persahabatan kesengajaan” …. dan sangat mungkin untuk perbaikan demi masa depan. Maka pertarungan ideologi seyogyanya tak perlulah tuk di akhiri dan biarlah masa depan menemukan jalannya sendiri…….


Tambahan Referensi : Peristiwa 18 Agustus 1945 : Pengkhianatan Kelompok Sekular Menghapus Piagam Jakarta, Oleh: Artawijaya



Sumber : http://serbasejarah.wordpress.com

Jumat, 03 Agustus 2012

Daftar Lagu Anak Di Indonesia Yang Menyesatkan

Ternyata lagu anak-anak yang populer dan banyak dilagukan sebagai pengantar tidur di sebagian besar masyarakat indonesia, diketahui mengandung banyak kesalahan, mengajarkan kerancuan, dan menurunkan motivasi. Berikut buktinya:

1. “Aku seorang kapiten… mempunyai pedang panjang… kalo berjalan prok..prok.. prok… aku seorang kapiten!” Perhatikan di bait pertama dia cerita tentang pedangnya, tapi di bait kedua dia cerita tentang sepatunya (inkonsistensi). Harusnya dia tetap konsisten, misal jika ingin cerita tentang sepatunya seharusnya dia bernyanyi : “mempunyai sepatu baja (bukan pedang panjang)… kalo berjalan prok..prok.. prok..” nah, itu baru klop! jika ingin cerita tentang pedangnya, harusnya dia bernyanyi : “mempunyai pedang panjang… kalo berjalan ndul..gondal. .gandul.. atau srek.. srek.. srek..” itu baru sesuai dg kondisi pedang panjangnya!

2. “Bangun tidur ku terus mandi.. tidak lupa menggosok gigi.. habis mandi ku tolong ibu.. membersihkan tempat tidurku..” Perhatikan setelah habis mandi langsung membersihkan tempat tidur. Lagu ini membuat anak-anak tidak bisa terprogram secara baik dalam menyelesaikan tugasnya dan selalu terburu-buru. Sehabis mandi seharusnya si anak pakai baju dulu dan tidak langsung membersihkan tempat tidur dalam kondisi basah dan telanjang!

3. “Naik-naik ke puncak gunung.. tinggi.. tinggi sekali.. kiri kanan kulihat saja.. banyak pohon cemara.. 2X” Lagu ini dapat membuat anak kecil kehilangan konsentrasi, semangat dan motivasi! Pada awal lagu terkesan semangat akan mendaki gunung yang tinggi tetapi kemudian ternyata setelah melihat jalanan yg tajam mendaki lalu jadi bingung dan gak tau mau ngapain, bisanya cuma noleh ke kiri ke kanan aja, gak maju2!

4. “Naik kereta api tut..tut..tut. . siapa hendak turut ke Bandung .. Surabaya .. bolehlah naik dengan naik percuma.. ayo kawanku lekas naik.. keretaku tak berhenti lama” Nah, yg begini ini yg parah! mengajarkan anak-anak kalo sudah dewasa maunya gratis melulu. Pantesan PJKA rugi terus! terutama jalur Jakarta- Bandung dan Jakarta-Surabaya!

5. “Di pucuk pohon cempaka.. burung kutilang berbunyi.. bersiul2 sepanjang hari dg tak jemu2.. mengangguk2 sambil bernyanyi tri li li..li..li.. li..li..” Ini juga menyesatkan dan tidak mengajarkan kepada anak2 akan realita yg sebenarnya. Burung kutilang itu kalo nyanyi bunyinya cuit..cuit.. cuit..! kalo tri li li li li itu bunyi kalo yang nyanyi orang, bukan burung!

6. “Pok ame ame.. belalang kupu2.. siang makan nasi, kalo malam minum susu..”
Ini jelas lagu dewasa dan untuk konsumsi anak2! karena yg disebutkan di atas itu adalah kegiatan orang dewasa, bukan anak kecil. Kalo anak kecil, karena belom boleh maem nasi, jadi gak pagi gak malem ya minum susu!

7. “nina bobo oh nina bobo kalau tidak bobo digigit nyamuk”
Anak2 indonesia diajak tidur dengan lagu yang “mengancam”

8. “Bintang kecil dilangit yg biru…”
Bintang khan adanya malem, lah kalo malem bukannya langit item?

9. “Ibu kita Kartini…harum namanya.”
Namanya Kartini atau Harum?

10. “Pada hari minggu ku turut ayah ke kota. naik delman istimewa ku duduk di muka.”
Nah, gak sopan khan, masa duduk di kepala, dimukanya lagi

11. “Cangkul-cangkul, cangkul yang dalam, menanam jagung dikebun kita…” 


kalo mau nanam jagung, ngapain nyangkul dalam-dalam,.

 Sumber :http://www.zonaunik.com

Jumat, 27 Juli 2012

Inilah Tempat Persembunyian Terkonyol Dalam Sejarah Kejahatan

Sudah menjadi kebiasaan jika seorang pelaku kriminal akan bersembunyi dari pihak berwajib demi menghindari konsekuensi hukum yang akan diterimanya.

Koruptor contohnya, di Indonesia koruptor memiliki kebiasaan bersembunyi di luar negeri. Tengok saja kasus korupsi yang menimpa beberapa pejabat semisal Nazaruddin, Nunun Nurbaeti atau Gayus Tambunan. Mereka semuanya mencoba bersembunyi dengan cara melarikan diri ke luar negeri.


Terkait dengan masalah di atas, tidak semua pelaku kriminal memiliki kapasitas yang sama dengan mereka. Bahkan beberapa diantara tidak memiliki kepintaran yang cukup untuk menyembunyikan diri mereka dari kejaran polisi. Pasalnya tempat yang mereka pilih terbilang sangat aneh dan konyol.


Nah, berikut ini adalah contoh tempat persembunyian terkonyol yang dipilih oleh pelaku kriminal seperti yang dikutip dari Oddee.


1. Menyamar jadi bangku mobil

Foto yang satu ini diambil dari situs Daily Mail. Dalam laporannya, pria yang merupakan imigran asal Meksiko itu mencoba menyeberang ke Amerika Serikat secara ilegal. Yang menarik, demi mengelabui polisi perbatasan, sang pria rupanya mendapatkan ide cemerlang, bukan dengan bersembunyi di belakang kursi atau di bawahnya, tapi benar-benar menyamar menjadi kursinya. Rencana itu awalnya berjalan lancar sampai akhirnya polisi mengetahui.

2. Di dalam bagasi mobil hakim

Memang ini terdengar seperti membual, tapi kisah ini adalah sebuah fakta. Seorang pemuda berusia 16 tahun melarikan diri dari penjara pengadilan di Mount Clemens untuk kemudian bersembunyi di dalam sebuah bagasi mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat itu. Saat menemukan bagasi mobil tersebut tidak dikunci, sang bocah berkhayal dirinya akan melenggang bebas dengan aman. Namun impian itu buyar tatkala menyadari jika mobil yang ditumpanginya adalah mobil Peter Maroni (foto sebelah kanan), salah satu hakim yang juga bertugas di pengadilan tersebut.

3. Di dalam dashboard mobil

Untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, terkadang orang mampu berbuat sesuatu yang diluar dugaan. Contohnya, lagi-lagi yang dilakukan oleh wanita imigran gelap asal Meksiko ini. Ia tertangkap polisi perbatasan bersembunyi di balik dashboard mobil.

4. Menyamar jadi rumput



Well, yang satu ini bisa dibilang cukup taktis walaupun tidak terlalu cerdas. Gregory Liascos (foto paling atas) dituduh melakukan percobaan perampokan di sebuah museum batu dan mineral di Rice Northwest, Portland (foto bawah). Yang unik, saat kejahatannya diketahui, polisi sempat kesulitan menemukan tersangka sebelum akhirnya anjing pelacak menggigit sesuatu di tanah. Ya, pria berusia 36 tahun itu ternyata menyamar menjadi rumput menggunakan kostum kamuflase yang biasa digunakan oleh sniper untuk menyembunyikan diri dari pandangan musuh. Lucunya, kostum tersebut sebenarnya milik sang anak yang biasa diapakai untuk Halloween.

5. Sembunyi dalam lemari pakaian ibu

Ibu memang menjadi tempat yang pas untuk mengadu! Rupanya anggapan ini dipegang betul oleh Frederick Akeem Shuler, pemudah berusia 22 tahun asal Orangeburg. Di saat dirinya ketahuan menyimpan 143 gram ganja dan sebuah senjata ilegal. Ia melarikan diri ke kamar ibunya. Tetapi kali ini bukan untuk mengadu, melainkan untuk bersembunyi. Dan tempat paling pas menurutnya adalah lemari pakaian sang ibu. Makanya tidak butuh waktu lama bagi polisi menemukan keberadaannya.

6. Di bawah kap mesin mobil yang menyala

Ini yang paling ekstrim di antara semuanya. Bayangkan saja, pria ini rela bersembunyi di dalam kap mesin mobil yang notabene menyala. Tindakan nekat ini dilakukan oleh seorang imigran gelap di perbatasan antara Meksiko dan AS. Demikian seperti yang dilansir Daily Mail.

source: http://memobee.com

12 Patung Batang Pohon Yang Menakjubkan

16 Peringkat material termahal di dunia :



1. Forest Creatures by Tommy Craggs


I think the sclupture look like a dragon... 

2. Louisville Lizard Chair


3. Lady of the Domaine les Boises Lee Farm

the sclupture describe about a lady who brings flowers.. 
4. Picnic Table by Scott Kuefler


5. Douglas by Tommy Craggs


6. Old Man in the Tree by Glenn Durlacher


7. Tree Trunk Arcade


8 Sacred Groves by Lea Turto


9. Mama’s Watching by Ken Davis


10. Detail of Carved Stump in Thailand



11. Amazing Carved Stump with Roots


12. Huge Benches Made from Recovered Elms



source: http://sibukforever.blogspot.com

Rabu, 25 Juli 2012

5 Gunung Angker Di Indonesia

Fenomena misteri tentang Gunung angker memang selalu saja menakutkan , dan beberapa waktu yang lalu salah satunya yang menjadi korban gunung angker adalah pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak sampai saat ini masih menjadi misteri apa penyebap pesawat itu sampai jatuh ada dugan bahwa pesawat Sukhoi superjet itu jatuh akibat keangkeran dari Gunung Salak yang memancarkan aura mistis.

Aura mistis sangat kental di kawasan Gunung Salak, ternyata selain gunung Salak di Indonesia ini masih ada beberapa Gungung yang di anggap angker dan memacarkan aura mistis oleh masyarakat kamu mau tahu gunung apa aja itu simak 5 Gunung paling angker di Indonesia
berikut ini seperti di kutip dari okezone.com.

1. Gunung Salak, Jawa Barat

Gunung yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 ini dikenal sebagai tempat yang menyimpan banyak misteri. Pesawat Sukhoi yang jatuh pada 9 Mei 2012 bukanlah pesawat pertama yang jatuh di gunung ini. Sebelumnya, sudah ada enam kali pesawat jatuh di kawasan Gunung Salak.

Gunung yang menjadi wisata pendakian ini juga kerap menuai kisah misteri dari para pendakinya. Banyak pendaki yang mendengar suara gamelan atau bahkan hingga melihat penampakan mahluk halus saat mendaki Gunung Salak. Bahkan, tidak sedikit pendaki yang hilang di Gunung Salak.


Selain pendakian, tempat wisata lain di Gunung Salak juga dianggap mistis, contoh Kawah Ratu dan Curug Seribu yang juga banyak menelan korban. Tak sedikit wisatawan tewas karena keracunan belerang di Kawah Ratu atau tenggelam saat berenang di kolam Curug Seribu. Hal ini mengundang banyak cerita misteri di Gunung Salak.


2. Gunung Halimun, Jawa Barat

Gunung Halimun merupakan gunung yang terletak di antara Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Lebak. Gunung dengan ketinggian sekira 1.925 mdpl ini dikelilingi oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Di sebelah timur gunung ini terdapat Gunung Salak.

Di wilayah sekitar Halimun Bogor dan sekitarnya ada benteng-benteng milik Prabu Siliwangi yang tak kelihatan, pusat kerajaan ada di Gunung Salak, sebenarnya ini sudah menjadi rahasia umum.

Catatan sejarah soal Kerajaan Siliwangi pasca kehancurannya setelah diserang Kesultanan Banten pada 1620-an. Konon, ratusan macan gembong atau harimau bertempat tinggal di sebuah bangunan dekat Kebun Raya Bogor sekarang.
Selain itu, ditemukan rawa berisi badak di sekitar Sawangan. Tempat ini dahulunya dinamakan Rawa Badak, dimana di bagian ujungnya ditemukan situs parit dan bekas tembok keraton yang dijadikan sarang macan. Kini, sarang macan ini dikenal pertigaan beringin di Sawangan. Selain catatan-catatan arkeologi, ada catatan mistis tentang segitiga Bogor.

Sisa-sisa dari Laskar Perang Bubat melarikan diri ke Gunung Salak, sementara sisa-sisa dari punggawa Siliwangi yang diserang Banten lari ke Gunung Halimun. Tempat dimana seringnya pesawat menghilang ini mirip Segitiga Bermuda dan Segitiga Formosa.

Gunung Halimun dan Gunung salak mirip Gunung Lawu yang disucikan Majapahit; tak boleh ada yang melintasi diatasnya, burungpun bisa mati bila melewati satu titik tanah yang sakral.


3. Gunung Lawu, perbatasan Jawa Tengah & Jawa Timur

Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api “istirahat” dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air dan belerang.

Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yakni Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi.

Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit, yakni Candi Sukuh dan Candi Cetho.

Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran, yaitu Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, pemakaman untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Soeharto.


Gunung Lawu menyimpan sejumlah teka-teki yang hingga kini masih menjadi misteri, terutama pada tiga puncak utamanya yang menjadi tempat penuh mitos bagi masyarakat Jawa. Puncak Hargo Dalem diyakini sebagai tempat pemusnahan diri Raja Majapahit Prabu Brawijaya Pamungkas. Sementara, Harga Dumilah merupakan lokasi penuh misteri yang menjadi tempat olah batin dan bersemedi.


Gunung Lawu disebut-sebut sebagai pusat kegiatan spiritual di Tanah jawa, yang bertalian erat dengan budaya dan tradisi Keraton Yogyakarta. Tak heran, setiap orang yang hendak melakukan pendakian ke puncak Gunung Lawu harus memahami dan mematuhi segala larangan. Jika melanggar, maka orang tersebut diyakini akan celaka saat mendaki Gunung Lawu.


4. Gunung Ceremai, Jawa Barat

Gunung Ceremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat dengan ketinggian 3.078 meter di atas permukaan laut. Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 meter. Pada ketinggian sekira 2.900 meter dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Gunung Ciremai dengan jalur mautnya dan seringnya jatuh korban dari para pendaki ternyata menimbulkan berbagai kisah menyeramkan. Beberapa kawasan di gunung ini diceritakan memiliki aura mistik yang kental. Salah satunya situs Kuburan Kuda, yang merupakan kuburan kdua tentara Jepang di masa penjajahan. Jika melewati daerah ini sering terdengar ringkikan kuda tanpa ada wujudnya.


Ada pula Situs Papa Tere, yang dianggap angker karena pernah terjadi pembunuhan terhadap seorang anak oleh ayah tirinya. Situs Sangga Buana dan Pengasungan juga dikabarkan angker karena sering terdengar derap langkah kaki para serdadu Jepang. Menurut cerita, tempat ini dulunya menjadi tempat pembuangan tawanan perang dari Indonesia.


5. Gunung Merapi, Yogyakarta

Gunung Merapi adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat.

Selain itu, Gunung Merapi juga dipercaya sebagai tempat keraton makhluk halus. Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram memperoleh kemenangan dalam perang melawan kerajaan Pajang dengan bantuan penguasa Merapi. Gunung Merapi meletus hingga menewaskan pasukan tentara Pajang, sisanya lari pontang-panting ketakutan. Penduduk yakin bahwa Gunung Merapi selain dihuni oleh manusia juga dihuni oleh makhluk- makhluk lainnya yang mereka sebut sebagai bangsa alus atau makhluk halus.


Tempat-tempat yang paling angker di Gunung Merapi adalah kawah Merapi sebagai istana dan pusat keraton makhluk halus Gunung Merapi. Di bawah puncak Gunung Merapi ada daerah batuan dan pasir yang bernama “Pasar Bubrah” yang oleh masyarakat dipercaya sebagai tempat yang sangat angker. “Pasar Bubrah” tersebut dipercaya masyarakat sebagai pasar besar Keraton Merapi dan pada batu besar yang berserakan di daerah itu dianggap sebagai warung dan meja kursi makhluk halus.


Sumber : http://jurukunci4.blogspot.com

Makna Tulisan Jawa


Dikalangan spiritual JAWA ,Tokoh wayang SEMAR ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeESA-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah

Religius dan ber keTUHAN-an YANG MAHA ESA. SEMAR dalam bahasa JAWA (filosofi JAWA) disebut BADRANAYA

BEBADRA = Membangun sarana dari dasar
NAYA = Nayaka = Utusan Mangrasul
Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah ALLAH demi kesejahteraan manusia
Javanologi : SEMAR = Haseming samar-samar
Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan
SEMAR tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangankirinya kebelakang. Maknanya : "Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbol SANG MAHA TUNGGAL". Sedang tangan kirinya bermakna "berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik".

Domisili SEMAR adalah sebagai lurah KARANG DEMPEL / (karang = gersang), dempel = keteguhan jiwa.

Rambut SEMAR "kuncung" (Jarwadasa / Pribahasa JAWA kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. SEMAR sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda ILAHI.
SEMAR barjalan menghadap keatas maknanya : "dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang KHALIQ ), YANG MAHA PENGASIH serta penyayang umat".Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia), agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.

Ciri sosok SEMAR adalah


1.SEMAR berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua

2. SEMAR tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
3. SEMAR berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
4. SEMAR berprofil berdiri sekaligus jongkok
5. SEMAR tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya

Kebudayaan JAWA telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap ALLAH YANG MAHA ESA, yaitu adanya wujud tokoh wayang SEMAR, jauh sebelum masuknyakebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah JAWA.

Dari tokoh SEMAR wayang ini akan dapat dikupas, dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan JAWA.

SEMAR (pralambang ngelmu gaib) - kasampurnaning pati.Gambar kaligrafi JAWA tersebut bermakna :Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardikaartinya "merdekanya jiwa dan sukma", maksudnya dalam keadaan tidak dijajah olehhawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia JAWA yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ingkadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : "dalam mengujibudi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkanhawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup".


Sumber : http://aguswahyudicc.blogspot.com

Selasa, 17 Juli 2012

Tempat Nabi Ibrahim AS Dahulu Dibakar Raja Namrud


 Nabi Ibrahim AS merupakan rasul atau utusan Allah yang diberikan banyak mukjizat. Salah satunya, Ibrahim AS tak mempan dibakar api yang ganas. Bapak monoteisme itu sempat dibakar dalam api yang menyala-nya setelah menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh ayah dan kaumnya.

Namun, Nabi Ibrahim tak takut menghadapi hukuman dari kaumnya itu. Lalu, Allah SWT menyelamatkannya dari panasnya api yang menyala-nyala. "Kami berfirman, 'hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim'." (QS Al-Anbiyaa [21]: 69)


Konon, Nabi Ibrahim AS dibakar di wilayah Urfa, Turki.

Di tempat pembakaran itu, terdapat kolam ikan yang cukup luas. Kolam itu berisi ikan berwarna hitam dove yang seperti ikan gabus. Hanya ada satu jenis ikan dalam kolam itu dengan berbagai ukuran, mulai dari kecil hingga besar.

Masyarakat setempat mengatakan bahwa ikan-ikan yang berada di kawasan pembakaran Nabi Ibrahim itu tidak boleh dimakan. Kolam itu rupanya mengalir ke berbagai selokan di sekitar tempat itu. Selokan yang jernih itu dihiasi dengan sejumlah ikan hitam itu.


Sekitar 100 meter dari tempat pembakaran terdapat tempat kelahiran Nabi Ibrahim. Di samping tempat kelahiran itu telah berdiri dua masjid, yaitu Masjid Maulid Halil yang didirikan pada 1808 M dan Masjid Maulid Halil Baru yang didirikan pada 1980 M.


Dari tempat kelahiran terdapat bukit di belakang masjid. Bukit itu adalah tempat Nabi Ibrahim dilempar dari atas bukit ke tempat pembakaran dengan api yang telah menyala. Di bukit itu terdapat dua tiang besar dan bekas bangunan tua yang sudah runtuh, tetapi dirawat dan dijadikan museum oleh pemerintah setempat.


Sumber : http://www.fetra.web.id

Senin, 16 Juli 2012

Pitutur Urip Wong Jawa

Dagang Tuna Andum Bathi
Artinya, dagang tuna (berdagang rugi), andum bathi (membagi laba). Makna peribahasa ini menggambarkan orang yang melakukan kebaikan secara tidak langsung, tetapi melalui orang lain. Pertanyaannya, mengapa kebaikan itu tidak disampaikan secara langsung? Atau mengapa kebaikan tersebut harus disembunyikan, atau disampaikan lewat orang lain?

Ada banyak kemungkinan untuk menjelaskan mengapa perbuatan itu dilakukan. Umumnya, karena ingin menjaga perasaan maupun harga diri orang yang diberi kebaikan tadi. Kemungkinan yang kedua, lantaran seseorang tidak ingin diketahui telah memberikan kebaikan atau pun bantuan kepada orang lain.

Sifat ini merupakan salah satu sifat terpuji di Jawa. Artinya, memberikan bantuan kepada orang lain dengan ikhlas, tanpa mengharapkan puji sanjung atau pamrih sama sekali. Diri pribadinya pun benar-benar tidak ingin ditonjolkan. Maksud dan tujuannya semata-mata hanya memberi, membantu meringankan beban seseorang. Dalam patembayatan hidup di Jawa, pemberian seperti itu tidak boleh dianggap sebagai hutang. Kapan-kapan, pihak yang diberi pun boleh membalas kebaikan tersebut, namun jangan sekali-kali memaknainya sebagai “membayar hutang”. 


Kencana Waton Wingka
Artinya, emas berlian tampak bagai pecahan gerabah. Sindiran terhadap orang yang menganggap baik anak sendiri, namun selalu menjelek-jelekkan anak orang lain. Pendapat demikian sangat dipengaruhi sudut pandang subjektif seseorang. Misalnya, perasaan senang dan tidak senang di dalam hatinya. Apabila suasana hati sedang senang, maka sesuatu yang buruk akan kelihatan baik. Sebaliknya, jika hati sedang tidak senang atau bahagia, sebaik apa pun yang ada di hadapannya akan dianggap sebagai hal yang buruk.

Makna peribahasa tersebut lazimnya akan mengungkap ketika kita mendengar orang tua yang memuji anaknya setinggi langit, tetapi merendahkan anak orang lain tanpa kompromi. Misalnya, meskipun anaknya hanya memperoleh peringkat kedelapan di kelas, tetap saja anaknya dipujinya. Tetapi, anak tetangga yang berhasil meraih peringkat pertama, tetap saja disepelekan, hanya karena bersekolah di lembaga pendidikan swasta, sedangkan anaknya duduk di sekolah negeri


Curiga Manjing Warangka, Warangka Manjing Curiga
Artinya, curiga manjing warangka (keris masuk sarungnya), warangka manjing curiga (karung keris masuk kerisnya). Peribahasa ini merupakan gambaran dari cita-cita ideal tentang hubungan pemimpin dengan raknyatnya di Jawa. Dimana pemimpin memahami aspirasi rakyat dan mau menyantuni mereka dengan baik, sehingga rakyat bersedia mengabdikan diri dengan ikhlas kepada sang pemimpin.

Hakikatnya, pemimpin memang harus menjaga, mengayomi, menata, dan menghidupkan semangat rakyat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya, rakyat pun harus bersedia “mengabdikan diri” kepada pemimpin, dengan cara melaksanakan segala kebijakannya, sehingga terjadi harmonisasi dalam tata kehidupan masyarakat.

Dalam konteks ungkapan tersebut, pemimpin dilambangkan sebagai keris yang dimasukkan ke dalam sarungnya (masyarakat yang dipimpin). Dengan demikian, tentu akan bermasalah jika keris terlampau panjang atau sarungnya terlalu pendek. Akan tidak masuk juga ketika keris terlampau besar atau sarungnya begitu kecil, dan selanjutnya. Demikian pula hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Kehidupan di sana akan senantiasa dirundung masalah jika terjadi ketidaksesuaian, ketidakserasian, perbedaan sikap, pendapat, pikiran, serta orientasi dari masing-masing pihak.

 
Kacang Mangsa Ninggala Lanjaran
Artinya, kacang (kacang panjang), mangsa ninggala lanjaran (tidak mungkin meninggalkan turus tempatnya merambat). Maknanya, kacang panjang tidak bisa tumbuh dan berbuah dengan baik tanpa merambat peda turus tempatnya memanjat. Apabila dibiarkan, tumbuhnya akan melata di tanah, sehingga pembungaan dan pembuahannya kurang sempurnya.

Peribahasa tersebut menggambarkan perangai atau perilaku anak yang berkonotasi buruk, serta mirip (meniru) orang tuanya yang juga memiliki sifat serupa. Misalnya, dulu ayahnya penjudi dan pencuri. Sekarang, anaknya juga suka bermain judi dan mencuri sejak kecil. Orang tuanya berangasan, suka berkelahi, dan mau menang sendiri, maka anaknya pun mempunyai tabiat yang sama dengan orang tuanya. Sejak kecil, anak itu terkenal nakal, sering bertengkar saat merebut mainan teman-temannya. Seandainya keinginannya tidak terpenuhi, ia pasti mengadu kepada orang tuanya untuk mendapatkan bantuan dan pembelaan.

Bagi yang tanggap, peribahasa ini dapat dijadikan cermin peringatan. Misalnya, dulu orang tua punya sifat atau perilaku yang kurang baik, maka si anak harus berusaha menghindari perbuatan seperti itu, agar tidak dianggap layaknya kacang mangsa ninggala lanjarane. Asalkan berusaha dengan sungguh-sungguh, ia tentu akan menuai hasilnya. 
 
Adedamar Tanggal Pisan Kapurnaman
Artinya, adedamar (menerangi dengan pelita), tanggal pisan (tanggal satu atau tanggal muda), kapurnaman (diterangi sinar bulan purnama). Jika diterjemahkan secara bebas adalah semula akan menggunakan pelita karena masih gelap, namun tiba-tiba malam menjadi terang karena disinari bulan purnama.

Peribahasa ini menggambarkan orang yang bertikai dan salah satu pihak mengadukan pihak lain ke pengadilan. Namun, beberapa waktu kemudian, perkara itu dibatalkan karena yang bersangkutan memperoleh kesadaran, lebih baik perkara itu diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.

Sebagai contoh, ada dua orang bersaudara kandung yang bertengkar memperebutkan harta warisan dari orang tua mereka. Lantaran tidak ada surat waris, dan masing-masing tidak mau mengalah, maka keduanya sepakat menggunakan jalur hukum untuk memperoleh keputusan. Namun, kemudian keduanya disadarkan oleh petunjuk seorang ulama, bahwa Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan bagaimana cara membagi warisan yang adil menurut Islam. Akhirnya, mereka memilih damai dan membagi warisan tersebut sesuai dengan hukum waris agama yang dianut.

                                                    Sumber : http://bocahe.blog.com